Siapa melakukan apa, bukan hanya siapa menulis apa

Author:

Artikel ini membahas tentang hyperauthorship pandangan lama vs pandangan baru.

Oleh Dasapta Erwin Irawan (Institut Teknologi Bandung / RINarxiv)

Setiap tahun akan selalu ada makalah dengan jumlah penulis hingga ratusan bahkan ribuan. Makalah-makalah ini biasanya terbit di jurnal top, ditulis oleh para penulis yang bekerja di berbagai lembaga top, mengerjakan suatu proyek top yang mungkin hanya ada satu di dunia. Beberapa eksperimen di CERN adalah salah satu yang menghasilkan makalah dengan jumlah penulis yang super banyak.

Hyperauthorship adalah penulis super banyak.

Penilaian terhadap hyperauthorship yang penuh bias

Mayoritas peneliti di Indonesia menyampaikan beberapa pendapat ini tentang makalah hyperauthorship:

  1. setuju dengan cara itu, karena itu adalah cara untuk mengklaim peran serta peneliti dalam suatu proyek,
  2. setuju bahwa para penulis (yang mayoritas berasal dari benua barat) memang telah berkontribusi kepada tulisan,
  3. setuju karena proyek yang dibahas adalah riset monumental yang hanya ada satu di dunia,
  4. setuju karena sepengetahuan mereka, dalam proyek riset besar sudah ada ketentuan atau kesepakatan tentang publikasi, siapa mengerjakan apa dan menulis apa,
  5. setuju karena makalah terbit di jurnal top, sehingga mestinya sudah tidak ada pelanggaran etika,

Dari pendapat tersebut, saya menangkap bahwa:

  1. selalu ada bias, akibat yang menulis kebanyakan adalah orang terkenal, bekerja di lembaga terkenal, mengerjakan proyek high profile yang hanya satu-satunya di dunia, dan terbit di jurnal top.
  2. selalu terjadi standar ganda, ketika situasinya adalah yang nomor 1, maka tidak ada lagi pertanyaan yang dilontarkan. Sementara kala situasinya tidak mencerminkan kondisi nomor 1, hanya ada prasangka yang berujung kepada persepsi negatif, tanpa ada klarifikasi langsung.
  3. berdasarkan pemikiran konvensional, bahwa penulis adalah orang yang secara fisik menulis. Jadi kontribusi secara fisik kepada riset sendiri, tidak dianggap sebagai peran ke kepenulisan makalah.

Sekarang saya mengenalkan (kembali) cara berpikir CREDIT yang dibuat oleh organisasi bernama CASRAI. Dalam laman CREDIT ditampilkan 14 taksonomi kontribusi dalam suatu kegiatan keskolaran (menulis makalah termasuk di dalamnya), apapun itu. Taksonomi yang selalu diperbarui ini mencakup kegiatan riset hingga kepenulisan dokumen. Uniknya taksonomi ini tidak memisahkan antara kegiatan riset dan tulisannya sendiri, jadi kedua hal itu disatukan sebagai satu rangkaian kegiatan. Bahwa menulis makalah adalah bagian dari kegiatan risetnya. Jadi jelas taksonomi ini lebih luas.

Dengan memperhatikan taksonomi di atas, maka peran kepenulisanpun bisa diperluas dan semua orang dapat diakui perannya, bukannya hanya orang yang secara fisik bekerja kepada dokumen laporan. Dan tidak pula didasarkan kepada jumlah dana yang sangat besar atau ukuran proyek risetnya.

Contributorship not (only) authorship

PANDANGAN BARU ADALAH CONTRIBUTORSHIP.

Ini pandangan baru yang memandang makalah secara lebih luas. Bahwa makalah hanyalah laporan yang dibangun dari aktivitas riset. Saat saya menyebut jelas, bahwa timnya lebih dari sekedar satu atau dua orang penulis. Taksonomi CREDIT memandang semua orang harus dihargai kontribusinya (contributorship), bukan hanya orang yang menulis laporan (authorship).

Jadi jelas kalau pandangan peneliti Indonesia tentang kepenulisan masih berdasarkan pandangan lama. Semoga segera berubah. Beberapa penerbit besar seperti Elsevier dan beberapa asosiasi ilmiah sudah mengadopsi cara ini. Beberapa artikel ini perlu dibaca untuk mengetahui bagaimana peneliti barat memandang bahwa AUTHORSHIP adalah PANDANGAN LAMA (Elizabeth Gadd di LSE blog, Allen dkk 2019, dan McNutt dkk 2017)

Makalah CONTRIBUTORSHIP not AUTHORSHIP ini layak untuk dibaca dan dipahami, juga penjelasannya di Nature News.