Ada daftar hitam lagi Beberapa hari ini muncul lagi edaran (atau salindia) dalam sebuah rapat di lembaga penelitian Indonesia yang secara jelas tidak memperhitungkan publikasi…
scientific communication
Komunikasi Sains: Ke Mana Setelah Ini?
Dalam komunikasi sains sangat penting untuk mempertimbangkan implikasi dari teknologi baru, tren yang muncul, dan kebutuhan yang berubah dari para ilmuwan dan audiens. Dengan mempertimbangkan…
Melihat dibalik angka
Perlombaan jumlah belum akan berakhir dalam waktu dekat. Hampir setiap hari kita melihat grafik yang menunjukkan peringkat yang mengurutkan kita berdasarkan jumlah. Jadi kita hanya…
research from people for people
Berikut ini adalah draft artikel yang akan kami kirimkan ke Artesh 2018. Artikel ini berawal dari presentasi kami berdua di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB tanggal 12.10.2018 lalu. Saat itu kami diminta membagikan pengalaman mengenai riset kualitatif. Slide presentasinya sendiri dapat dilihat di Repositori ITB-OSF. #terbukaatautertinggal #sainsterbuka
Pembekalan mahasiswa S3 FITB
Materi yang disampaikan mengandung sedikit pesan semangat dan tips agar para mahasiswa S3 ini bisa masuk ke lingkungan dan suasana akademik yang menyenangkan. Kalau suasana sudah menyenangkan, maka diharapkan proses implementasi riset dan pembuatan luaran risetnya menjadi lancar dan sukses.
Berikut slidenya.
Open Data Workshop ITB – Unversity of Sydney (material pre-workshop)
Open Data Workshop (Pre workshop opendata) from Dasapta Erwin Irawan
Jurnal OpenAccess: kualitas vs prestise
Pendahuluan
Saat ada waktu senggang, saya membuat gambar di atas. Apakah memang relevan dengan kondisi dunia publikasi ilmiah saat ini? Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun, via Twitter, saya memantau hal ini. Jurnal OA (open access) selalu diasosiasikan dengan kualitas rendah (setidaknya bila dibandingkan dengan jurnal non-OA). Tidak diindeks oleh ini dan itu. Tapi kalaupun telah diindeks ini dan itu, publik tetap meminta lebih. Fenomena di Indonesia, publik tetap meminta jurnal produk LN, yang diposisikan di atas produk DN. Apakah benar?
Beberapa hal berikut ini merupakan persepsi yang paling umum saat penulis mendengar kata-kata “Open Access”. Beberapa referensi utama yang saya gunakan dalam artikel ini adalah:
- Thinking about prestige, quality, and open access yang ditulis oleh Peter Suber untuk SPARC Newsletter isu no 125 yang terbit pada bulan September 2008. Sudah hampir 10 tahun, tapi nampaknya masih relevan hingga sekarang. Terutama di Indonesia.
-
Deep impact: unintended consequences of journal rank yang ditulis oleh Björn Brembs, Katherine Button, Marcus Munafò (ketiganya ahli syaraf) yang terbit di jurnal Frontiers of Neuroscience, tapi ada versi preprintnya di Arxiv.
Prosiding dan jurnal mengapa harus dibedakan?
Terima kasih Mas Robbi Zhuge Rahim telah memulai diskusi tentang publikasi di prosiding dan jurnal. Strom trooper Pixabay/Aitoff CC-0 Abstrak panjang vs makalah lengkap Betul…
1000-AID: If data could speak …
Posted by me on behalf of co-authors
This project would be the first attempt of crowd-sourced paper writing from Indonesian authors. We began working on this paper in the open via Google Docs and Google Sheet editable files. The publishing efforts were made using the power social media (Facebook, Twitter, Whatsapp Group, and Telegram Group).
The minimum participation to be an author was to enter their GS and Scopus data profile on the designated Google Sheet file.
Here’s what we’ve come up so far. Interested?
How to cite our dataset:
Team 1000 Authors. 2017. “Crowdsourced Dataset: GS and Scopus Profile”. INA-Rxiv. October 29. osf.io/preprints/inarxiv/m6zd7. DOI 10.17605/OSF.IO/M6ZD7
Join us by contributing your dataset in the following editable Google Sheet file.
Blog sains: mendekatkan riset dengan masyarakat
oleh: Dasapta Erwin Irawan (ORCID)
Pertama kali ditulis tanggal 17 Oktober 2017 dan mengalami banyak penyuntingan setelahnya.
Dua kutub dunia publikasi akademik
Masyarakat umum dan ilmuwan bagaikan dua kutub magnet yang saling berbenturan. Satu sisi sangat pragmatis dan satu sisi yang sangat teoritis. Tapi saat ini telah ada media blog sebagai salah satu bentuk media sosial yang memungkinkan seorang ilmuwan menjelaskan karyanya di luar koridor gaya penulisan makalah ilmiah yang sangat kaku, dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Khalayak ramaipun dapat mengakses tulisan Sang Ilmuwan tanpa harus terintimidasi dengan keseriusan jurnal ilmiah. Output riset sendiri saat ini berlipat ganda setiap sembilan tahun. Sebanyak 2,5 juta makalah ilmiah diterbitkan dalam setahun. Anda dapat membayangkan 2,5 juta. Menurut anda, sebanyak apa dari ledakan ilmu pengetahuan itu yang pada akhirnya sampai kepada masyarakat, menjawab masalah riil.
Masyarakat umum dan ilmuwan bagaikan dua kutub magnet yang saling berbenturan. Satu sisi sangat pragmatis dan satu sisi yang sangat teoritis.
Learn math girl (Pixabay CC-0)