Saya dan beberapa rekan sedang menyusun kuesioner tentang repositori institusional (RI) via Google Forms. Kalau sudah jadi mohon kiranya berkenan mengisi.
Image credit: flickr/d_erwin_irawan, CC-BY
Dengan memanfaatkan RI, maka karya ibu bapak (apapun itu termasuk dataset, draft buku) dapat terindeks Google Scholar. Jadi bila diinginkan, tidak ada satupun karya ibu dan bapak yang tidak memiliki jejak daring. Dokumen yang akan diunggah ke RI diupayakan ber-DOI sehingga dapat disinkronisasi dengan akun ORCID (http://orcid.org).
Dengan terindeks GS, maka tingkat keterbacaan (readibility) dokumen-dokumen ITB akan meningkat. Bila sebelumnya dokumen-dokumen tersebut diunggah di berbagai layanan daring, seperti ResearchGate, Academia, maka nantinya akan ada opsi media (venue) yang lain dengan domain itb.ac.id . Dalam waktu maksimum tiga bulan, bila banyak yang mengunggah dokumen ke RI, maka tingkat keterbacaannya akan sama dengan kedua jejaring sosial tersebut.
Bagi ibu dan bapak yang memiliki draft buku, sebelum nantinya difinalkan di Penerbit ITB, dapat diunggah ke RI untuk survey peminat dan menjaring komentar awal. Jadi nantinya buku ibu dan bapak akan ada dua versi yang bisa dipilih oleh para pembaca. Bagi pembaca yang sedang versi digital dapat mengunduhnya secara gratis dari RI, bagi yang senang dengan versi cetak, dapat membelinya dari Penerbit ITB. Semua pihak senang. Karena saya juga yakin, ibu dan bapak ada yang merasa ragu untuk menempelkan label harga (price tag) pada lembar bukunya. Dengan cara ini buku tetap terunggah daring, mendapatkan DOI sebagai identitas rujukan, tapi sekaligus buku versi cetak bisa diterbitkan agar mendapatkan ISBN. Untuk diketahui, saat ini memang telah ada e-ISBN tapi fungsinya sebagai identitas buku, menurut saya masih kurang lengkap dibanding DOI yang sekaligus berfungsi sebagai alamat daring yang bersifat permanen (permanent url).
Manfaat lain RI adalah untuk mengunggah makalah versi pre atau post print. Mengapa? Agar manuskrip ibu dan bapak dapat dikirimkan ke jurnal konvensional non-OA (non-Open Access), bila sekiranya dana publikasi untuk membayar APC jurnal OA terbatas atau tidak ada sama sekali. Ini agar karya ibu bapak tidak kehilangan potensi pembaca dari universitas (atau bahkan negara) yang tidak melanggan jurnal non-OA tersebut. Golongan ini jauh lebih banyak dibandingkan golongan peneliti di negara maju yang tinggal klak-klik dengan mudah saat memerlukan makalah, karena dana langganannya besar.
Kalau sudah jadi nanti RI nya silahkan dimanfaatkan semaksimum mungkin. Semoga bisa terealisasi tahun ini.
“Planet-planet sedang segaris 🙂“.
Salam,
Erwin KKGT, FITB