Perlombaan jumlah belum akan berakhir dalam waktu dekat. Hampir setiap hari kita melihat grafik yang menunjukkan peringkat yang mengurutkan kita berdasarkan jumlah. Jadi kita hanya…
WTF (Writings Totally Fun)
research from people for people
Berikut ini adalah draft artikel yang akan kami kirimkan ke Artesh 2018. Artikel ini berawal dari presentasi kami berdua di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB tanggal 12.10.2018 lalu. Saat itu kami diminta membagikan pengalaman mengenai riset kualitatif. Slide presentasinya sendiri dapat dilihat di Repositori ITB-OSF. #terbukaatautertinggal #sainsterbuka
Prosiding dan jurnal mengapa harus dibedakan?
Terima kasih Mas Robbi Zhuge Rahim telah memulai diskusi tentang publikasi di prosiding dan jurnal. Strom trooper Pixabay/Aitoff CC-0 Abstrak panjang vs makalah lengkap Betul…
Terindeks Scopus bagus, tapi …
Pendahuluan
Beberapa waktu lalu saya dan Sdr Achmad Zulfikar menginisiasi tabel database berisi International Conference (IC) yang terindeks Scopus, WoS atau Thomson Reuters. Semua even dilaksanakan di Indonesia. Tabel tersebut dapat diakses dan disunting oleh siapapun. Artinya semua orang dapat menambahkan IC yang belum masuk dalam daftar.
Saat ini telah ada sebanyak 60 IC terindeks S/W/TR Periode Mar-Dec.
Do we (Indonesian) need a new set of perspectives to measure research/academic impact?
An abstract in progress. It’s our quick views as Indonesian academia. We don’t know where it will be sent nor when will the new metrics be introduced, but we know it’s the future.
Add your contribution here: https://goo.gl/cSgTSL.
OpenScience Journal: A proposal
Proposal OpenScience Journal
Oleh
Dasapta Erwin Irawan1, Surya Alam2, Hendy Irawan1, M.T. Tanzil3, Juneman Abraham4, …, … (kami mengundang editor dari berbagai bidang ilmu)
kirimkan DM atau surel ke d()erwin()irawan(@)yahoo(.)com bila anda berminat ( hilangkan semua tanda “()” )
1 Institut Teknologi Bandung
2 afiliasi
3 Umsida
4 Binus
5 afiliasi
Kami tidak perlu Scopus 1
Saya tahu judul memang provokatif. Tapi saya berusaha untuk tidak vulgar. Di Indonesia, Scopus dan WoS telah diposisikan melebihi porsi layanan yang mereka berikan. Kalau memang tujuan dari mendaftarkan seminar/konferensi adalah agar makalah lebih mudah dicari, maka apakah tidak ada layanan lain yang lebih ekonomis? Dan bila memang itu tujuannya, mengapa tulisan “indexed by Scopus” lebih sering dipertanyakan dibandingkan substansi seminarnya?
Karena itu saya menulis blog post ini yang merupakan bagian pertama dari serial “Kami tidak perlu Scopus”. Blog post ini berawal dari tweet saya dari akun @openscience_ID. :). Akun pribadi saya sendiri @dasaptaerwin.
Saya paham juga kalau buah pikiran manusia tidak akan sempurna. Karena itu, mohon masukan dari ibu dan bapak sekalian. Kalau setuju beri tahu kawan, kalau tidak setuju, silahkan anda membuat blog post tandingan atau tuliskan pendapat anda di kolom komentar. Mari kita budayakan saling me-review untuk bidang sains, bukan hanya bidang sospol saja.
Journal Impact Factor vs citation counts
We’re experimenting to look for any correlations between Journal Impact Factor and citation counts. The data source is from Google Scholar Classic papers.
Mengapa perguruan tinggi Indonesia (terkesan) susah menembus peringkat intl?
Post ini awalnya merupakan kumpulan twit saya saat merespon twit di bawah ini dari Bapak Nadirsyah Hosen.
Kenapa universitas Islam di Timur Tengah ataupun di Asia tidak bisa masuk ranking 100 top universitas di dunia? Ada apa dg kita? pic.twitter.com/5CJChWnmvi
— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) June 21, 2017
Saatnya melakukan review terhadap peer review
Karena peer review adalah juga obyek untuk direview.
Beberapa tahun lalu, saya mengikuti ceramah umum dari Prof. Djoko T. Iskandar, yang salah satunya menceritakan makalah beliau yang ditulis oleh lebih dari 40 orang. Tahun ini saya mengalaminya juga :).