[Republikasi] Bahayanya sains yang terkunci

Author:

Terlambat lagi 😅 Tapi ya sudahlah. Saya sudah berikan bonus di bagian bawah: tiga rekomendasi video dan tiga rekomendasi situs web menarik. Kali ini saya membicarakan artikel lain ya. Pastikan untuk membacanya juga.

Selamat membaca.

Subscribe now


✅ Bahayanya sains yang terkunci

Kemarin saya membaca pesan Twitter Luke Drury, seorang Guru Besar Astrofisikawan emiritus. Dalam salah satu cuitannya, Luke menunjukkan tulisan rekannya, sesama astrofisikawan bernama Martin Rees. Tulisan itu berjudul The dangers of science behind closed doors.

Dalam artikel itu, Martin Rees membahas tentang tiga hal, yaitu: ketimpangan perhatian masyarakat kepada sains, jauhnya dunia sains dengan masyarakat, serta peran penting ekosistem ilmuwan dan jurnalis sains untuk dapat menyampaikan pesan-pesan rumit sains dalam bahasa yang sederhana.

Mendekatkan sains dengan masyarakat adalah salah satu upaya menuju evidence-based policy.

Ketika menyebutkan kata-kata `kebijakan`, saya jadi ingat ucapan Pak Yanuar Nugroho kemarin (6 September 2022) dalam acara Ultah ke-5 The Conversation Indonesia. Beliau bilang kalau `kebijakan` bukan berasal dari kata dasar `bijak` ditambah awal `ke-` dan akhiran `an`. Kata `kebijakan` berasal dari satu kata `policy`, yang lebih kental nuansa politisnya, begitu menurutnya.

✅ Ketimpangan perhatian publik kepada sains

Dalam artikel tersebut dikisahkan adanya ketimpangan perhatian masyarakat pembaca antara karya Darwin, buku “The Origin of Species” (terbit tahun 1860) dengan makalah karya Gregor Mendel berjudul “Experiments with Plant Hybrids” yang terbit pada tahun 1866 dalam sebuah jurnal yang “tidak terkenal”. Darwin sendiri konon memiliki jurnal itu di perpustakaannya, tapi belum sempat membacanya.

Mungkin saat itu, masyarakat lebih tertarik dengan misteri perubahan fisik makhluk hidup sejak zaman dinosaurus sampai sekarang. Darwin muncul dengan istilah “evolusi”.

Di sini secara langsung kita diberikan sebuah contoh nyata, bahwa perhatian publik tidak dapat dikendalikan. Bahkan ketika riset Anda sangat canggih sekalipun, kalau publik belum memperhatikan, maka makalah Anda akan tidak terjamah. Apalagi saat itu internet belum ada.

Ketika internet telah berusia dewasapun, perhatian publik juga masih tidak dapat diduga.

✅ Jauhnya dunia sains dengan masyarakat

Hal tersebut membawa ketiga ke pesan kedua, bahwa jauhnya dunia sains dengan masyarakat. Dalam artikel yang saya baca, masyarakat mudah dipengaruhi untuk membaca konten-konten yang `bombastis` atau bersifat `katastrofik`.

Kalau sudah menemukan dua hal itu, maka publik dapat dengan mudah percaya, dan melupakan komponen sainsnya.

Di sini peran peneliti sangat penting untuk mendidik masyarakat bagaimana cara menguji sebuah berita atau informasi (public scrutiny). Tentu saja yang dapat dididik bukanlah seluruh lapisan masyarakat, tetapi yang memiliki tingkat pendidikan tertentu, misal sarjana.

Orang-orang inilah yang di kemudian hari diharapkan dapat menyebarkan informasi tersebut kepada warga di sekitarnya.

Lembaga National Academy of Sciences telah membuat panduan mengidentifikasi dan meluruskan misinformasi. Di bawah ini saya pernah membuatnya dalam bentuk gambar, untuk kasus vaksinasi dapat menyebabkan autisme.

✅ Peran penting ekosistem ilmuwan dan jurnalis sains

Disadari bahwa ilmuwan sudah cukup sibuk untuk dibebani tambahan menulis hasil risetnya menjadi sebuah artikel populer. Namun demikian sangat baik kalau ada peneliti yang masih mampu menyisihkan energinya untuk melakukan hal itu.

Selain itu ada jurnalis sains yang tentunya lebih piawai merangkai kata yang akrab dengan pembaca. Namun mereka juga tidak akan tahu segalanya. Perlu pembelajaran dan dialog intensif antara seorang jurnalis sains dengan mitra penelitinya agara dapat menyampaikan pesan-pesan rumit sains dalam bahasa yang sederhana tetapi akurat.

Salah satu media yang saya rekomendasikan untuk memberitakan hasil penting dari riset Anda adalah The Conversation Indonesia. 😇

Dari membaca artikel dari Martin Rees ini, saya makin yakin bahwa membuka riset bukan hanya berarti menerbitkannya secara open access.

✅ Tiga rekomendasi video menarik

Acara Ultah ke-5 The Conversation Indonesia

https://youtube.com/watch?v=ufDXj5Iheso%3Fstart%3D4207s%26rel%3D0%26autoplay%3D0%26showinfo%3D0%26enablejsapi%3D0

Slow Living | Peter Cook

https://youtube.com/watch?v=jGuR9YXA7SU%3Frel%3D0%26autoplay%3D0%26showinfo%3D0%26enablejsapi%3D0

Is public engagement on science a bad idea? | Risk Bites

https://youtube.com/watch?v=fyg8SRrVB1Y%3Frel%3D0%26autoplay%3D0%26showinfo%3D0%26enablejsapi%3D0

https://www.youtube-nocookie.com/embed/fyg8SRrVB1Y?rel=0&autoplay=0&showinfo=0&enablejsapi=0

✅ Tiga rekomendasi website

  1. Wikifindings: sebuah portal berisi penjelasan ringkas dan sederhana tentang sebuah riset. Anda dapat mendaftar sebagai kontributor atau sebagai pembaca.
  2. ORCID: akun profil peneliti. Kalau Anda membuat akun di sini, maka seluruh karya Anda yang memiliki kode digital object identifier (DOI) akan ditambahkan ke dalam profil. Seperti Google Scholar tetapi mengindeks kode DOI.
  3. Hackmd: ini adalah sebuah platform penulisan daring. Anda dapat menggunakannya untuk segela bentuk catat-mencatat. Akun ini gratis dengan kuota tiga (kalau tidak salah) catatan pribadi (private notes). Kalau Anda ingin lebih, maka harus bayar. Jadi kalau semua catatan Anda bersifat publik, maka akun ini tetap gratis.

Semoga bermanfaat.

Salam #TerbukaAtauTertinggal

Dasapta Erwin Irawan