🥸 Bukan pemikir lagi
Akhir-akhir ini sangat terasa kalau lingkungan kampus bukanlah seperti yang saya bayangkan dulu di tahun 2001, saat mulai bergabung di kampus.
Semua, atau setidaknya mayoritas, dosen bukan lagi menjadi pemikir, tetapi birokrat.
Bahwa semua punya kewajiban saya tidak menolak itu. Bahwa dalam setiap proses perlu birokrasi, perlu aspek administratif, saya juga tidak menolak itu. Bahkan saya mempelajarinya.
Yang jadi masalah adalah mayoritas dosen tidak ingin lagi berpikir apa yang seharusnya dikerjakan dan bagaimana seharusnya cara mengerjakannya (secara efektif dan efisien). semua hanya berpikir apa yang harus dikerjakan.
- efektif = tujuan tercapai
- efisien = dengan menggunakan sumber daya yang optimum
🥵 Alasannya apa?
Saya masih belum tahu.
- terlalu sibuk jadi tidak sempat lagi berpikir?
- merasa bahwa percuma memiliki pemikiran karena akan diabaikan oleh pimpinan?
- ingin hidup tentram? bahkan pernah ada yang bilang sedang menerapkan prinsip stoikisme (stoik/filosofi teras).
🥺 Kekhawatiran saya
Kekhawatiran saya hanya satu. Kalau semua dosen larut dengan pola pikir birokrat mengabaikan apa yang seharusnya dikerjakan dan bagaimana seharusnya caranya, maka kampus bukan lagi lingkungan akademik, yang salah satu cirinya adalah kritis.
Saya paham bahwa tidak semua usulan perubahan akan langsung disetujui. Saya juga paham akan ada usulan yang sampai kapanpun tidak akan disetujui.
Tapi…
Bukankah menjadi sifat kritis masih dibutuhkan? Bukan untuk menolak atau menghindari sistem, tapi setidaknya agar menyadari bahwa kita masih hidup.
Masih hidup menjadi pendidik.
Yang lebih parah lagi, saat ini jadi malah salah kalau berpikir.