WTF: Menulis artikel ilmiah lebih mudah dibanding menulis cerpen

Author:

Hasil belajar minggu ini setelah menelan bbeberapa makalah dan satu buku tentang menulis, ternyata menulis artikel ilmiah (mestinya) akan lebih mudah dibanding cerpen:

Singkat tapi deskriptif

Ya. Menulis ilmiah memang harus singkat, walaupun memang belum ada yang menetapkan batas maksimum halaman dalam suatu karya ilmiah. Singkat dalam arti, cerita yang terkandung di dalamnya tidak perlu bertele-tele tidak banyak pengulangan dan jelas. Ini jelas bukan kaidah dalam cerpenkan. Cerpen memang singkat, tapi alur ceritanya boleh agak melingkar, berurutan secara kronologis, atau boleh saja kilas balik (flash back) dengan tokoh yang banyak dan saling bersilang urusannya. Sementara dalam karya ilmiah, tokohnya hanya satu, anda dan ceritanya harus berurutan secara kronologis. Lebih mudah bukan.

Sistematis dan mengalir

Berhubungan dengan bagian di atas, anda boleh lo memperlakukan karya ilmiah seperti membuat cerpen. Anda boleh membuatnya seperti dongeng yang mengalir dan enak dibaca. ; Cerita boleh dibuat tidak kaku tanpa harus menggunakan kalimat berbunga dan puitis. Tidak banyak orang yang bisa seperti itu. Saya juga masih belajar. Syaratnya hanya satu, harus sistematis dan tidak melompat-lompat. Ini jelas bukan ciri cerpen. Ceritanya tidak perlu sistematis, tapi pembaca harus tahu alurnya maju atau mundur.

Menarik dan selalu berdasar fakta

Seperti halnya cerpen, makalah ilmiah juga harus menarik, sejak dari judul, abstrak, hingga kesimpulan. Semuanya harus berdasarkan fakta. Kira-kira akan sama dengan jenis cerpen fiksi-ilmiahlah. Setiap kalimat harus didukung bukti-bukti yang obyektif. Kalau cerpen anda bisa mengarang fakta, misal bahwa Jakarta terletak di satu pulau terpencil di Kepulauan Samoa. Sah-sah saja.

Merendah dan orisinal

Tata bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah sudah sepantasnya merendah. Lho kenapa? Karena dalam dunia ilmiah setiap kesimpulan bisa dipatahkan oleh kesimpulan lain yang didukung data lebih banyak atau lebih lengkap. Jadi tidak perlu sombong apalagi meremehkan hasil peneliti lainnya. Kalau cerpen, tokoh utama bisa anda bawa “setinggi langit”. Tidak akan ada orang yang protes, selama cerpen anda memang bagus ceritanya.

Percaya diri tapi tidak ngotot

Berhubungan dengan butir di atas. Sebagai ilmuwan anda boleh yakin dan percaya diri, tapi jangan “ngotot”. Ini karena setiap kesimpulan anda hanya akan diterima sampai ada orang lain yang muncul dengan kesimpulan yang lebih baik. Tapi tidak “ngotot” bukan berarti tanpa argumentasi. Silahkan berargumentasi, tapi bila ada argumen lain yang lebih baik dengan bukti lebih kuat, anda harus mengakuinya.

Boleh rumit tapi harus dapat dengan mudah dipahami

Mungkin ini satu-satunya ciri yang sama dengan cerpen. Karya ilmiah boleh menjelaskan sesuatu yang rumit, “Lubang Hitam” misalnya, tapi dalam penjelasannya harus dapat diikuti dan dipahami dengan mudah. Tentunya dengan asumsi segmen pembacanya memang kalangan tertentu yang sering berkutat dengan Lubang Hitam.