Diskusi tentang akreditasi dan indexing akhir tahun 2017

Author:

Berikut ini adalah beberapa point penting tentang akreditasi dan indexing di akhir tahun 2017. Ternyata perhatian dan kontribusinya luar biasa, walaupun menjelang akhir tahun. Berikut beberapa postingnya.

Hasil pencarian Google Trends untuk kata kunci “Scopus-indexed journal” (selama 12 bulan terakhir)

Apakah akreditasi sama dengan indeksasi berbeda?

Memang berbeda, tapi instrumen evaluasinya mirip. Sekarang siapa yang lebih berhak untuk menerbitkan sertifikat? 😉

Tidak masalah memang siapapun yang mengindeks, tapi berikut ini adalah dampaknya, menurut observasi saya. Kalau ada indexing lain yang tidak minta macam-macam, kenapa tidak pilih yang itu. Kita bisa konsentrasi di akreditasi. Jadi pernyataan kami ini, bukan untuk mencari mudah, tapi memposisikan regulasi menggunakan logika yang sederhana.

Hasil pencarian Google Trends untuk kata kunci “Scopus-indexed journal” (sejak 2004 hingga sekarang)

Nah sekarang apa masalah? Hanya satu, di kepala orang Indonesia, hanya ada pikiran:

  1. bagaimana bisa menerbitkan makalah ke jurnal terindeks Scopus;
  2. bagaimana agar proses penerbitannya bisa cepat;
  3. bagaimana agar makalah itu bisa digunakan olehnya untuk naik pangkat.

Kenapa mereka memikirkan yang no 1?

Karena peraturan mengharuskannya begitu.

Kenapa yang no 3?

Alasan ekonomi, karena tunjangan akan naik kalau pangkatnya naik.

Kenapa no 2?

Karena kita tahu sama-sama, tidak semua memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang memadai. Jurnal yang sudah “terkenal” antrian panjang (mau OA atau non OA akan sama kondisinya). Karena antrian panjang, maka editor akan sangat mudah me-reject suatu makalah, bahkan sebelum masuk ke tahap peer review. Karena itu saya menulis artikel yang menang kompetisi kemarin, coba Anda google “openness for the inferior”.

Di sana saya tulis, kenapa dipaksakan menulis artikel sains dengan bahasa Inggris. Sains adalah sains, dalam bahasa apapun. Dan kebetulan, kalau Anda lihat daftar DOAJ (coba google DOAJ database), jumlah jurnal Indonesia no 1 sedunia. Jarang kan Anda lihat, Indonesia no 1. Makalah dalam Bahasa Indonesia no 6 sedunia. Jarang juga kan Anda lihat. Nah kenapa kita tidak maksimalkan itu.

Urusan bahasa sains masih Bahasa Inggris, bisa dicoba bereksperimen dengan cara lain, misal, untuk setiap artikel yang terbit dalam Bahasa Indonesia, maka dibuat slide PPT dalam Bahasa Inggris (mestinya ini do-able), agar orang Non Indonesia tetap bisa baca, kalau makalah kita relevan dengan riset mereka. Berkaitan dengan itu, kalau Anda pikir, kira-kira riset kalau menggunakan kata kunci “tropis” dan ditulis oleh pribumi, akankah diperlukan oleh periset LN yang tidak tinggal di daerah tropis. Mestinya Anda akan jawab “iya”. Maka mestinya makalah Indonesia tetap akan dibaca kan.

Jangan jauh-jauh, bagi Anda yang sedang kuliah di LN, dengan studi kasus masalah di Indonesia. Pastinya pembimbing Anda akan menyarankan untuk juga mencari makalah-makalah atau laporan-laporan yang terbit di media lokal. Sebagai catatan, “media lokal” di sini bisa berarti server repositori atau jurnal DN. Yang mana dua media itu sudah daring, sehingga sebenarnya tidak dapat lagi diberi nama “media lokal”.

Satu hal lain, Anda pasti tahu Sci-hub. Situs pembajak makalah bikinan mahasiswa bidang neuroscience dari Kazakhstan (tahun 2011, jadi mestinya dia sudah lulus sekarang). Yang menggunakannya kira-kira siapa? Coba Anda google “who’s been downloading Sci-hub?”. Dugaan saya dulu mungkin negara miskin dan berkembang. Ternyata salah, USA adalah salah satu pengguna terbanyak. Dan hebatnya, itu dilakukan dengan IP (internet address) universitas, di jam kerja. Kita masih di tengah-tengah. Alasannya apa? Dugaan sementara karena mencari makalah dengan Sci-Hub lebih nyaman dan mudah. Kalau mencari makalah dengan laman perpustakaan, rumit. Itu tandanya, makalah-makalah sudah mudah sekali dicari secara daring (online). Selama ia online, maka mesin pencari akan bisa menemukannya (cepat atau lambat), 1 minggu biasanya. Hasil eksperimen kami yang telah menggunakan server INArxiv.

Bagaimana makalah-makalah itu ditemukan? karena proses “indexing” sudah sangat maju. Buktinya, saya dari tadi kan meminta Anda untuk google, tidak saya beri tautannya langsung. Itu juga sebagai bukti, bahwa mencari apapun, asal tahu kata kuncinya, bahkan sekarang kalimat kuncinya, maka pasti ketemu. Yang saya temukan, pasti Anda akan temukan juga. Nah kalau indexing sudah sedemikian bagus, gratis, kenapa pakai yang berbayar. Saya yakin Orang Jatim, seperti kita, akan sama mikirnya dengan orang lain se Indonesia.

Yang berikutnya, sekarang di dunia, sedang marak gerakan open science. Coba Anda google “DORA declaration”. Itu deklarasi (sejak 2012) dari beberapa universitas dan individu yang menolak penggunaan ukuran-ukuran yang lazim di dunia sains, seperti H-indeks, jumlah sitasi, Impact Factor, dan yang sejenisnya, untuk menilai kinerja riset dan kepakaran seseorang. Apalagi saat rekrutmen dosen. Dan yang meratifikasi tidak main-main, dari universitas, lembaga pendana riset, penerbit jurnal dll. Menurut saya ini kesempatan. Pola pikiran itu bisa kita adopsi sebagai prinsip utama dalam peraturan kita.

Berikutnya, dalam prinsip open science (coba Anda google “what is open science”) Anda bisa buka hasil pencarian yang pertama, menurut FOSTER. Di situ disebutkan prinsip-prinsipnya. Tidak pernah disebut ada penyeragaman bahasa. Tapi mereka menyebut memang akan ada tantangan kendala bahasa. Tantangan bukan keharusan. Ini juga bisa jadi peluang kita, terutama yang belum fasih menulis dalam Boso Enggres (Baca: Bahasa Inggris).

Yang terakhir, ini paling menarik, sengaja saya sisakan. Mengenai pernyataan Anda “GALAU”, ada benarnya. Lakukan kalau Anda berminat saja. Coba Anda masuk ke “https://trends.google.com/“. Kemudian Anda ketik “Scopus indexed journal”, maka Indonesia akan muncul no 4. Artinya itu adalah salah satu frasa yang paling banyak dicari di Indonesia bukan. Kalau Anda ganti-ganti durasinya, “past 12 months”, “past 4 hours”, “2004-present”, kondisinya akan sama. Negara-negara di SE Asia, termasuk Indonesia akan selalu muncul. Jadi ini hot topic kan. Dan kalau Anda perhatikan, grafiknya, ada peningkatan sejak sekitar 2009-2010 (lihat dua gambar di atas).