(borrowed from: http://blogs.nature.com/naturejobs/2013/01/28/getting-an-internship-in-science-journalism/)
1. Pendahuluan
Definisi “Scientific/scholarly communication” (scicomm) is the process of academics, scholars and researchers sharing and publishing their research findings so that they are available to the wider academic community and beyond.
Bila kita lihat dunia maya saat ini ada saintis yang aktif mempublikasikan hasil risetnya melalui saluran formal, misalnya: jurnal ilmiah, konferensi dan seminar ilmiah, dan yang sejenisnya. Tapi di sisi lain tidak sedikit pula yang menggunakan jalur informal, misalnya: blog, Twitter, Facebook, Google Plus, video Youtube, dll.
Untuk memisahkan jalur informal dan formal ini saya menggunakan kriteria yang jelas-jelas saja, yakni regulasi tentang kenaikan jabatan yang dikeluarkan oleh Dikti. Jadi saluran (channel) formal adalah dokumen-dokumen yang boleh digunakan
untuk kenaikan pangkat, dan jalur informal adalah bentuk dokumen atau
teknik publikasi selain di atas.
2. Berbagai hal yang perlu dikomunikasikan
Hal-hal yang dapat dikomunikasikan dalam scicomm adalah:
- ide-ide riset: untuk mendapatkan tanggapan dari khalayak saintifik;
- proposal riset: untuk mendapatkan respon bahkan sponsor;
- publikasi ilmiah baik berupa makalah di jurnal maupun presentasi/poster dalam seminar: untuk menyebarkan hasil riset yang diharapkan berdampak kepada sitasi.
3. Pentingnya mengkomunikasikan riset
Untuk menguji pentingnya scicomm di lingkungan akademia, mari kita simulasikan suatu kondisi.
Sebut saja ada Dr. X yang secara kontinyu melakukan riset bidang Z.
Pertanyaan: Menurut anda, siapa saja yang mengetahui bahwa Dr. X ini melakukan riset yang berkelanjutan di bidang Z?
Jawaban: mahasiswa S1/S2/S3 bimbingannya, koleganya satu program studi, mungkin koleganya satu fakultas, mungkin juga kolegannya satu universitas.
Pertanyaan: bagaimana dengan para peneliti di luar universitasnya?
Ia rajin menyusun karya ilmiah, mengirimkannya ke berbagai media, dan menyampaikannya di berbagai seminar.
Pertanyaan: Menurut anda, siapa saja yang mengetahui bahwa Dr. X ini melakukan riset yang berkelanjutan di bidang Z?
Jawaban: jumlah orang yang mengetahuinya dapat bertambah, yakni orang-orang yang “kebetulan” berlangganan jurnal yang memuat makalah Dr. Z dan orang-orang yang kebetulan hadir dalam presentasi Dr. Z dalam suatu seminar.
Pertanyaan: bagaimana dengan para peneliti yang kebetulan tidak berlangganan jurnal tersebut dan yang tidak hadir dalam acara seminar?
Dr. Z lambat laun meningkatkan metode penyebaran ilmunya. Berbagai karya ia transliterasikan ke dalam Bahasa Inggris, bila ia tidak punya cukup waktu mengalih bahasakan satu paper penuh, maka setidaknya dalam bentuk slide berbahasa Inggris.
Ia mulai membuat akun profile di Google Scholar, ResearchGate dan Slideshare untuk mengunggah berbagai karya ilmiahnya. Ia bahkan membuat repositori data sendiri dengan layanan online yang gratis seperti Figshare dan Zenodo.
Pertanyaan: siapa yang akan mengetahui riset Dr. Z?
Jawaban: Mungkin jauh bertambah luas, misalnya: para peneliti yang juga memiliki akun ResearchGate dan Slideshare. Karena makalah-makalahnya telah tersedia online, maka dapat dengan mudah ditemukan mesin pencari (seperti Google) dan basisdata saintifik (seperti Google Scholar dan Crossref). Karena berbahasa Inggris, maka peneliti dari LN juga mulai berminat untuk mengunjungi repositorinya dan menguji validitas datanya. Jejaring ilmiah Dr. Z pun bertambah pesat.
Di sela-sela waktunya yang makin sibuk, Dr. Z juga membuat blog. Isinya adalah ringkasan dari berbagai karya ilmiahnya dengan bahasa yang lebih ringan. Setiap kali satu artikel diunggah di blognya, Dr. Z secara otomatis menghubungkannya dengan akun media sosialnya (medsos).
Pertanyaan: Siapa lagi yang akan mengetahui kiprah Dr. Z?
Jawaban: Para pengguna akun blog dan akun media sosial. Lebih luas lagi bukan.
Kini setelah limat tahun berlalu, pengunjung blog Dr. Z meningkat pesat. Jejaringnya tidak lagi terbatas kolega universitasnya melainkan telah meluas hingga ke dosen di benua Afrika. Mereka aktif berkomunikasi via email untuk berkolaborasi menulis makalah. Kini bahkan siswa SD pun mulai memberanikan diri mengirimkan email kepada Dr. Z karena blognya yang informatif dan dipenuhi ilustrasi lucu.
Hasil lainnya, sitasi makalah-makalah Dr. Z terus bertambah. Bahkan data setnya pun ada yang mensitasi. Ia pun banyak diundang sebagai pembicara untuk berbagai event bidang Z.
Setelah membaca ilustrasi di atas, jelas bukan betapa pentingnya scicomm. Anda menulis ratusan makalah pun, dampak saintifiknya tidak akan terasa, kecuali hasil riset anda tentang “black hole” atau planet baru mirip bumi.
4. Media scicomm
Saat ini telah banyak sekali media yang mendukung niat mengkomunikasikan hasil riset. Seperti ilustrasi di atas anda dapat membuat blog di platform gratis seperti WordPress atau Blogger. Untuk media sosial anda dapat memilih Facebook (ini yang penggunanya paling banyak di Indonesia), atau Twitter (banyak akademia LN memilih medsos Twitter karena kesederhanaannya dan sistem hashtag yang sangat berfungsi dalam pencarian informasi), atau Google Plus (ini juga pilihan banyak akademia karena postingnya dapat lebih panjang dapat diformat misal tebal dan pola hurufnya).
Untuk jejaring saintifik anda dapat membuat akun di ResearchGate yang banyak digunakan peneliti di LN dan di Indonesia sendiri. Anda dapat saling berbagai full paper, bahkan memintanya (request paper) ke para penulisnya langsung. Ini sangat bermanfaat bila paper yang anda perlukan ternyata berbayar. Selain itu akun Slidesare juga patut dipertimbangkan. Jejaring ini banyak dikunjungi masyarakat awam yang membutuhkan informasi cepat. Anda dapat menyisipkan informasi tautan full paper ke dalam deskripsi slide, sehingga pengunjung yang perlu informasi lebih rinci dapat membaca makalah anda.
Berbagai strategi scicomm di atas akan lebih berdampak lagi bila sebagian besar materi anda berlisensi CC-BY singkatan dari Creative Commons-Attribution. Lisensi ini adalah lisensi dasar. Setiap materi yang anda buat dapat dibagipakaikan, dirujuk, dimodifikasi untuk menjadi materi baru, baik untuk keperluan non-komersial maupun komersial selama nama anda sebagai penyusunnya disebut dalam teks dan daftar pustaka.
5. Penutup
Dari uraian singkat di atas saya rasa cukup jelas bahwa saat ini ilmu pengetahuan adalah milik publik. Hal-hal yang bersifat ilmiah bukan lagi semata-mata milik Sang Pembuat. Sedikit repot memang tapi bukankah pahala kebajikan akan terus mengalir untuk anda. Untuk tambahan informasi dan rujukan, berbagai informasi mengenai “scientific communication” dapat dibaca di Twitter dengan hashtag “#scicomm”.
Selamat berbagi.