Kami tidak perlu Scopus 1

Author:

Saya tahu judul memang provokatif. Tapi saya berusaha untuk tidak vulgar. Di Indonesia, Scopus dan WoS telah diposisikan melebihi porsi layanan yang mereka berikan. Kalau memang tujuan dari mendaftarkan seminar/konferensi adalah agar makalah lebih mudah dicari, maka apakah tidak ada layanan lain yang lebih ekonomis? Dan bila memang itu tujuannya, mengapa tulisan “indexed by Scopus” lebih sering dipertanyakan dibandingkan substansi seminarnya?

Karena itu saya menulis blog post ini yang merupakan bagian pertama dari serial “Kami tidak perlu Scopus”. Blog post ini berawal dari tweet saya dari akun @openscience_ID. :). Akun pribadi saya sendiri @dasaptaerwin.

Saya paham juga kalau buah pikiran manusia tidak akan sempurna. Karena itu, mohon masukan dari ibu dan bapak sekalian. Kalau setuju beri tahu kawan, kalau tidak setuju, silahkan anda membuat blog post tandingan atau tuliskan pendapat anda di kolom komentar. Mari kita budayakan saling me-review untuk bidang sains, bukan hanya bidang sospol saja.

Indonesia OpenCon idea

Low cost conference diagram (flickr/d_erwin_irawan, CC-BY)

It’s been a long history of high cost conference in Indonesia, due to unnecessary cost, eg: scopus indexing fee. The problem is, Indonesian higher edu system adopts conventional research impact metric, eg: IF, Scopus/WoS index. So ID academia are chasing journals and conferences with scopus indexing attached in the publishing system. Although ID journals offer zero to 100 usd for APC (very cheap), but the cost for scopus indexed confs are 200-500 usd. It doesn’t include accomodation! So we’re trying to design a low cost conference, crowdsourced, transboundary and virtual conference.