Lisensi dokumen: CC-0 public domain waiver
Berkaitan dengan penyusunan materi perkuliahan daring yang saat ini menjadi salah satu pilihan dosen/peneliti dalam proses belajar mengajar, saya membuat materi ini beberapa video sebagai berikut. Adapun pembaruan materi dapat dilihat di sini.
Video 0: video utama
Video 1: bagaimana cara mencari gambar atau material pendukung lainnya yang legal.
Video 2: Demonstrasi pengajuan permohonan izin untuk menggunakan gambar atau material lain yang telah dipublikasikan di penerbit secara non OA.
Video 3: Perbedaan kebijakan HKI penerbit komersial (Elsevier) dan penerbit asosiasi profesi (RSC dan AGU). Terima kasih Pak Alfend sudah berbagi informasi kemarin.
Video 4: Tentang perjanjian pengalihan Hak Cipta (copyrights transfer agreement)
Beberapa tanya jawab umum (TJU) akan ditambahkan
No | Pertanyaan | Jawaban |
1 | Apakah salindia dan material ajar yang kita hasilkan ada hak ciptanya? | Ada. Dan itu bersifat otomatis ketika suatu pemikiran diwujudkan menjadi sebuah obyek (bisa dokumen, lukisan, gambar, dll). |
2 | Jadi nanti salindia saya, hak ciptanya di siapa? | Di penulis yang namanya tertulis di cover (bisa buku, salindia, makalah, lukisan, gambaran, dll) |
3 | Bagaimana cara mengurus hak cipta? | Tidak perlu diurus, yang perlu adalah diumumkan atau dideklarasikan. |
4 | Apakah perlu didaftarkan? | Tidak perlu, karena hak cipta bersifat otomatis dan deklaratif (lihat no 1). |
5 | Bila ada orang yang nanti akan menggunakan salindia saya, harus minta izin ke siapa? Dan kenapa harus minta izin? | Harus minta izin, ke ibu atau bapak DAN juga harus menyitirnya. Harus minta izin, karena hak cipta juga bersifat eksklusif (sepenuhnya milik ibu dan bapak), selain otomatis dan deklaratif. |
6 | Jadi apakah minta izin bisa digantikan dengan menyitir saja? | Tidak. Kalaupun ada toleransi, kalau ibu dan bapak menggunakannya dalam kegiatan yang termasuk “fair use” (penggunaan yang wajar), yaitu: kegiatan nirlaba, pendidikan, sosial. Tapi walaupun demikian, saya tetap menyarankan untuk minta izin, KECUALI bila ITB (atau pihak perguruan tinggi) memintakan izin ke penerbit secara komunal. |
7 | Tadi katanya hak cipta dipegang penulis, tapi kok kenapa minta izinnya ke penerbit? | Benar. Untuk buku atau makalah ilmiah yang terbit secara non OA (open access), maka mayoritas penerbit minta penulis mengalihkan hak cipta ke penerbit. Karena itu, kita sebagai pengguna minta izinnya ke penerbit. |
8 | Bagaimana cara meminta izin ke penerbit? | Tiap penerbit (terutama penerbit besar) selalu menyediakan formulir daring. Ibu dan bapak bisa langsung mengisi formulir tersebut. Saya sudah mendemokan proses pengajuan izin ini di blog saya http://dasaptaerwin.net/wp/2020/07/beberapa-video-tentang-hki.html. |
9 | Saya masih kurang jelas mengenai permintaan izin ini, padahal kegiatan kita termasuk “fair use”. Bisa ada analogi? | Terima kasih. Begitulah rumitnya kalau kita memutuskan untuk melakukan publikasi secara non OA. Analoginya begini: andaikan ibu/bapak punya sumur di halaman rumah, posisinya di dalam pagar. Di depan pagar, ibu/bapak tulis “bagi yang kehausan, silahkan minum air dari sumur, gratis”. Kemudian ada tiga orang kehausan. |
Lanjutan analogi: orang A minta izin baru minum air, orang B minum dulu baru minta izin, orang C minum dan tidak minta izin. | ||
Sebagai pemilik sumur, walaupun ibu/bapak memang sudah mengikhlaskan air sumur untuk orang yang kehausan, mungkin ibu/bapak masih menghargai orang A, baru orang B. Orang C mungkin dianggap tidak beretika, walaupun dia tidak salah. | ||
10 | Apakah menggunakan gambar juga harus minta izin? | Iya benar, kecuali kalau gambar itu ada dalam dokumen buku atau makalah yang OA (open access). |
11 | Kalau saya bisa mengunduh buku atau makalah dari ITB, apakah itu OA? | Belum tentu. Kalau buku atau makalah itu bisa diunduh karena ITB telah membayar, maka itu berjenis non OA. Artinya dokumen itu kemungkinan besar dirilis sebagai dokumen “all rights reserved”. |
12 | Apa ciri dokumen OA? | Dokumen bisa diakses dan diunduh di luar jaringan ITB tanpa VPN dan dinyatakan dalam dokumennya. |
13 | Bagaimana cara menggunakan gambar dari dokumen OA? | Mudah. Ibu dan bapak tidak perlu izin, karena biasanya penulis atau penerbit telah memberikan lisensi (izin) kepada pembaca atau pengguna (misal dengan lisensi Creative Commons, misal CC-BY). |
14 | Pak, tadi bapak bilang ada pengalihan hak cipta, itu apa contohnya? | Contohnya yang sudah jelas adalah dalam proses penerbitan buku dan makalah secara non OA. Ibu/bapak pasti diminta mengisi dan menandatangani formulir pengalihan hak cipta (copyrights transfer agreement) setelah makalah dinyatakan diterima. Pembahasannya ada di blog saya ini http://dasaptaerwin.net/wp/2020/07/beberapa-video-tentang-hki.html. |
15 | Jadi bagaimana kalau saya harus menandatangani CTA? Apakah publikasinya dibatalkan saja. | Jangan. Ibu/bapak kan masih perlu naik jabatan. Dittd saja, tapi lakukan tips dari saya, yaitu unggah versi final yang sudah lolos peninjauan sejawat (peer review) ke repositori nir laba (misal: repositori ITB). Penjelasannya ada di sini http://dasaptaerwin.net/wp/2020/07/beberapa-video-tentang-hki.html dan di sini https://medium.com/open-science-indonesia/preprint-bukan-duplikasi-apalagi-plagiarisme-587c4c5ba935 juga di sini https://medium.com/open-science-indonesia/mengunggah-tesis-disertasi-secara-daring-mudah-gratis-dan-memproteksi-hak-cipta-622ef17dafdc. |
16 | Jadi sebagai pencipta, apa yang harus kita lakukan agar karya kita bisa dipakai orang dengan mudah? | 1) terbitkan secara OA. Tidak perlu mencari penerbit mahal, cari saja yang ekonomis, karena OA ini bisa dilakukan secara mandiri dengan biaya nyaris Rp 0., 2) terbitkan secara non OA tapi versi draft final bisa diunggah ke repositori nirlaba, 3) selalu tempelkan lisensi (misal Creative Commons) di cover depan dokumen ibu dan bapak |
17 | Apakah dengan cara yang disampaikan di atas, apakah plagiarisme oleh pihak lain bisa dihindari? | Jelas tidak. Plagiarisme tidak dikendalikan oleh pencipta, tapi oleh pengguna. Tapi prinsipnya, agar plagiarisme oleh pihak lain itu bisa dibuktikan, maka karya kita justru harus didaringkan (prinsip deklaratif dalam hak cipta). |
18 | Bagaimana bila ada pihak lain menjiplak karya kita? | Bisa kita lakukan hal yang paling ringan yaitu menegurnya, sampai melanjutkannya ke jalur hukum. |
19 | Apakah lisensi terbuka bisa untuk karya berupa prototip atau kode program? | Ada. Kalau perangkat keras yang ibu dan bapak buat memang ditujukan agar bisa dibuat ulang oleh orang lain dengan mudah, bisa dirilis menggunakan lisensi Open Source Hardware, MIT License |
20 | Apakah Pak Erwin kuliah di fakultas hukum? | Tidak 🙂 sayangnya bidang saya adalah geologi/hidrogeologi. Saya memang mempelajari HKI ini (via pelatihan luring dan daring serta mempelajari berbagai material daring) khususnya hak cipta yang paling dasar untuk aktivitas saya mengadvokasi sains terbuka. |
21 | Apakah kita bisa menggunakan video Youtube sebagai bahan pelengkap? | Bisa. Tapi lihat lisensinya: “youtube standar license” atau “creative commons (reuse allowed)”. Kalau yang pertama, ibu/bapak perlu izin. Kalau lisensinya yang kedua, ibu/bapak bisa menggunakannya tanpa perlu izin. |