Panduan untuk peserta seminar di Indonesia

Author:

tags: #wireless_but_pointless

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4a/William_Wallace_and_the_copyrights.jpg
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:William_Wallace_and_the_copyrights.jpg

Tujuan

Tulisan ini merupakan arahan bagi para peserta #PITIAGI2021 dan seminar lainnya di Indonesia.

Pertanyaan yang sering muncul.

Mau tanya. Apakah presentasi bisa diaccess untuk publik atau closed hanya untuk yang registrasi?

Tanggapan saya bagi peserta

Sebenarnya tidak perlu bertanya ke panitia (panitia seminar manapun). Bukankah karya itu karya Anda? Bukankah Anda sendiri yang membuatnya?

Akan lebih baik kalau kita sendiri yang memutuskan, apakah presentasi, salindia (atau lebih jauh lagi data) dapat diakses publik atau tidak. [[pages/Dissemination vs publication]].

Pertimbangan saya sederhana, karena sejak awal, panitia (dalam hal ini IAGI) tidak pernah menyebutkan bahwa seluruh paper, salindia, data yang dikirimkan akan menjadi milik panitia, semacam lomba deklamasi zaman dulu. Jadi karya Anda adalah milik Anda, kecuali telah ditransaksikan ke pihak lain.

Jadi harapan saya adalah peserta PIT IAGI dan peserta seminar lainnya secara umum di Indonesia dapat mengunggah draf makalah dan/atau salindia paparan ke salah satu platform ini:

  • repositori kampus, kalau Anda masih mahasiswa dan kampus Anda memiliki fasilitas ini. Saya ragu kampus Anda punya. ITB saja tidak punya.
  • repositori eksternal yang terbuka, misal: Zenodo, Figshare.

Akan sangat bagus, kalau file data juga dapat diunggah dalam file terpisah (misal dalam format xls atau csv)

Untuk jenis dokumen draf makalah dapat diunggah ke RINarxiv sebagai preprint.

Saya beri tiga contoh ya.

Contoh ke-1

Ini presentasi saya di event internasional Goldschmidt 2021 secara daring.

Panitia seminar tidak pernah mengambilalih hak cipta atau hak penayangan dokumen atau video rekaman dari penulis/presenter kepada panitia. Untuk penayangan paparan dalam acara, panitia mewajibkan peserta mengunggah video paparan ke platform resmi dgn dua cara:

  • unggah file video, atau
  • salin tautan video yang sudah pernah diunggah ke tempat lain (misal youtube, vimeo, atau google drive).

Bagi yang telah mengunggah ke platform lain, syaratnya satu saja:

  • kalau video diunggah ke Youtube panitia meminta agar tautan video dibuat unlisted (video sudah dapat ditontoh publik tapi tidak dapat dicari dan tidak tertayang di profil kanal youtube acara). Kenapa? Agar panitia punya kesempatan pertama (headstart) untuk dapat mengumumkan tayangan video melalui web acara. Semacam periode embargo.
  • kalau diunggah ke Google Drive atau Vimeo pun sama. Tautan baru dibuat publik setelah acara selesai.

Jadi sederhana, semua senang, ilmupun tersebar.

Latar belakang lainnya: peserta seminar sering mengalami kesulitan ketika file rekaman video ukurannya jauh lebih besar dibandingkan kuota ukuran file yang ditetapkan oleh panitia

Kalau melihat uraian saya di atas, maka penulis bisa bebas saja membagikan materinya, sebebas-bebasnya, kecuali: Anda telah menandatangani lembar pengalihan Hak Cipta (ini anda juga dapat menolak sebenarnya). Seandainya itu sudah terjadi, maka Anda jadi salah ketika mengunggah paper atau paparan ke Research Gate misalnya.

Contoh ke-2

Contoh lagi yang lebih ekstrim.

https://twitter.com/olivier_pourret/status/1459043429854371867?s=20

Yang di atas adalah cuitan kawan saya yang berisi tautan versi #preprint dari makalah yang kami tulis. (Baca juga FAQ tentang Preprint)

Preprint adalah makalah yang belum menjalani peer review. Fresh from our computer. Makalah yang sama pada hari yang sama kami kirim (submit) ke Jurnal Sustainability (terbitan MDPI).

Jadi jelas ya. Ini adalah barang yang sama yang dikirim ke dua tempat berbeda:

  • satu dikirimkan ke preprint server Socarxiv,
  • satu lagi dikirimkan ke jurnal.

Kalau di indonesia, para dosen pasti sudah berkeringat dingin karena pasti dokumen akan terdeteksi oleh Turnitin, dan bisa dituduh melakukan [[self plagiarisme]].

Salah besar. Yang sedang dicontohkan di sini adalah kami sebagai penulis sedang mempraktikkan hak kami atas makalah yang kami tulis sendiri (self-archiving), atau mengarsipkan secara publik ([[open access policy]]) #openaccess. Baca juga ini: Bagian 1 dan Bagian 2.

Pengalihan Hak Cipta

Urusan makalah yang sama dikirimkan ke jurnal, itu urusan lain lagi.

Nah kenapa jurnal membolehkan?

Karena jurnal memang tidak melarang makalah yang dikirimkan ke jurnalnya, untuk diunggah sebagai preprint. Kapanpun. Kenapa? Karena mereka sadar, apa urusannya melarang-larang orang memamerkan karyanya sendiri.

Ketika makalah sudah lolos #peerreview, pada titik itulah kami harus berhati-hati, karena kami sudah mentransaksikan dokumen ke pihak penerbit. [[copyrights transfer agreement]]

Kalau memang ada transfer Hak Cipta, ya kami tidak boleh mengunggah versi final yang sudah tayang di situs web penerbit ke tempat lain.

Namun demikian, penerbit masih belum punya hak apa-apa untuk versi draft yang telah lolos peer review. Versi yang itu masih milik kami sepenuhnya, sehingga kami masih bebas untuk mengunggahnya ke tempat yang sama (dalam hal ini Socarxiv), untuk memperbarui versi pra peer review dengan versi pasca peer review.

Selama yang diunggah bukan versi final yang sudah tayang di jurnal, maka aman.

Scihub

Nah kalau seluruh peneliti sejagad raya melakukan hal yang sama (termasuk anda semua para penulis makalah IAGI) melakukan hal yang sama, maka Scihub tidak dibutuhkan lagi.

Kenapa?

Karena pembaca pasti akan dapat menemukan makalah versi #openaccees dari setiap makalah yang mereka butuhkan. Walaupun makalah versi itu tata letaknya (layout) tidak secantik versi final. Tentu saja sitiran tetap diarahkan ke makalah versi final yang sudah tayang di situs web jurnal.

Contoh ke-3

Satu lagi contoh yang super ekstrim.

Kalau anda buka tautan ini https://bit.ly/wikimediadasaptaerwin, maka Anda akan masuk ke koleksi gambar-gambar saya yang telah saya unggah ke Wikimedia Commons dengan lisensi CC0 (atau Creative Commons Public Domain).

Artinya apa?

Seluruh karya tersebut telah saya donasikan (waived) kepada publik. Artinya Anda dapat menggunakan gambar saya tanpa perlu izin juga tanpa kewajiban untuk menyebutkan sumbernya.

Saya ulang tanpa kewajiban. Tapi saya akan senang kalau Anda melaporkan gambar saya sudah dipasang di mana dan untuk keperluan apa. Sifatnya himbauan saja.

Begitu kurang lebih.

Penutup

Begitu kurang lebih paparan saya. Maaf kalau terlalu panjang ya, tapi semoga tidak membingungkan. Maaf juga kalau kata-kata saya terlalu langsung (straightforward). Saya sudah bicara tentang hal-hal di atas sejak 2013 dengan bahasa kiasan. Sekarang saya ingin langsung tunjuk hidung saja. Intinya publikasi harus merdeka. Kalaupun Anda perlu naik pangkat, ingatlah bahwa syarat-syarat yang anda kumpulkan adalah syarat administratif. Jangan dibalik cara berpikirnya.

Dengan pemikiran itu pulalah, saya bersama LIPI (sekarang BRIN) merintis preprint server untuk indonesia, bernama RINarxiv.

Gaya seperti ini sudah lama dilakukan orang lain, di Indonesia saja tidak populer. Semua dosen/peneliti pikirannya sama plek seperti Domba Dolly hasil cloning. Pemikiran hasil cloning itu kemudian sampailah kepada Anda saat masih menjadi mahasiswa. Akibatnya wawasan akan terus menyempit, yang membuat Domba Dolly terlihat lebih pintar.