Dua tahun yang lalu, saya pernah menulis artikel ini Scielo Citation Index dalam Clarivate Web of Science. Berikut ini adalah komentar saya atas artikel yang saya tulis sendiri.
Dalam artikel di atas, saya memberikan intonasi seolah setuju dengan pengindeks selama makalah dari penulis Indonesia dan ditulis dalam Bahasa Indonesia dimasukkan ke dalam basis data. Sebenarnya tujuan saya adalah memberikan ide kesetaraan penilaian untuk artikel berdasarkan isinya, bukan berdasarkan di jurnal mana artikel tersebut terbit atau di pengindeks mana artikel tersebut terdata.
Bahasan tentang kesetaraan memang sedang dan telah menjadi perbincangan utama para peneliti di luar negeri juga. Aneh ketika para peneliti dalam negeri sendiri yang kemudian membangun kriteria-kriteria eksklusif yang jelas akan mengeluarkan diri mereka sendiri di dalam kancah akademik dunia.
Pemikiran saya tentang indeksasi telah berkembang sejalan dengan waktu, sejalan dengan apa yang saya baca, yang saya dengar dan yang saya lihat. Terbayang oleh saya, sebesar apa upaya pengindeks-pengindeks nasional tersebut (Scielo, KCI, RSCI) di atas agar dapat terintegrasi dengan pengindeks komersial. Terlepas dari intensi dari siapa dan apa motivasinya, pastinya metadata makalah yang telah mereka himpun harus dikirimkan ke WoS untuk diolah.
Pertanyaan saya kemudian adalah, apakah metadata yang sama tersedia secara bebas juga untuk publik di masing-masing negara/regional? Bisa jadi belum tentu.
Saya melakukan pengujian sederhana.
Scielo Citation Index menyediakan fitur pengunduhan metadata (lihat tombol “Export”)
Korean Citation Index menyediakan fitur pengunduhan metadata (lihat tombol “Export” dan logo Excel)
Russian Science Citation Index
Sedang saya periksa (kendala bahasa).
Kesimpulan sementara, Scielo dan KCI dapat diakses penuh oleh publik tanpa perlu akses ke WoS. WoS dalam hal ini “hanya menempelkan” bukan memindahkan metadata dari pengindeks tersebut ke pangkalan datanya.
Beralih ke situasi di Tanah Air, pangkalan data (pengindeks) Garuda Ristekbrin mengindeks makalah-makalah yang terbit di jurnal nasional. Kita bisa mencari makalah menggunakan basis data tersebut, tapi kita tidak dapat mengunduh metadata kumpulan makalah hasil pencarian kita.
Ingat bukan makalah lengkap yang saya maksud, tetapi metadata kumpulan makalah hasil pencarian.
Metadata tersebut tidak tersedia untuk publik, atau dengan kata lain tidak dapat diunduh oleh publik. Ketika data tersebut tidak tersedia untuk publik Indonesia, dan kemudian mungkin metadata yang sama dikirimkan ke pengindeks komersial internasional, apakah ini menunjukkan keberpihakan?
Ketika itu terjadi, maka yang memiliki akses terhadap data kita sendiri adalah segelintir dari peneliti yang memiliki akses (dapat mengakses) pangkalan data komersial tersebut.
Jelas ini tidak mendukung kesetaraan dan inklusivitas atau bahkan berlawanan dengan kebijakan nasional yang mendorong inovasi.
Kembali ke pertanyaan awal, apakah perlu/harus jurnal Indonesia masuk ke dalam pengindeks komersial internasional? Jawabnya tergantung motivasinya.
- Untuk motivasi aksesibilitas (accessibility) atau kemudahan diakses: jelas tidak perlu/harus, karena mayoritas (baca: semua) jurnal Indonesia adalah jurnal OA. Artinya semua artikel dapat diakses tanpa kontribusi pengindeks.
- Untuk motivasi ketercarian (discoverability) atau kemudian ditemukan: juga jelas tidak perlu/harus, karena begitu suatu dokumen apapun (termasuk artikel jurnal) diunggah daring, maka akan dapat ditemukan oleh mesin pencari atau pengindeks apapun. Tidak harus pengindeks tertentu. Lihat video di bawah ini.
- Untuk motivasi kualitas: ini juga tidak perlu/harus, karena pengindeks bukanlah garda kualitas tata kelola jurnal. Panduan tata kelola jurnal ditulis oleh lembaga lain, misal COPE, yang dirujuk oleh sebagian besar (baca: semua) jurnal Indonesia.
Motivasi yang mungkin bisa ditonjolkan adalah kesetaraan, walaupun sebenarnya juga tidak perlu/harus bekerjasama dengan entitas komersial. Beberapa pengindeks internasional lainnya, seperti Lens dan Dimensions telah memasukkan makalah terbitan jurnal Indonesia tanpa kerjasama khusus, karena mereka merujuk ke kode DOI.
Apakah ada motivasi lain?
Untuk masalah discoverability anda bisa mampir ke sini.