Tahun 1984-1985, saat SD kelas 2 (SD Mardi Putra), saya pernah tinggal setahun penuh dengan kakek dan nenek saya. Ada yang tinggal di daerah Wonokromo Surabaya? Pasti banyak. Nah rumah kakek saya di daerah Pacarkembang (Gang 9, no 3). Entah sudah seperti apa rumah itu sekarang bentuknya dibuat oleh pemiliknya.
Kebiasaan kakek saya setiap jam 4 pagi, adalah memutar radionya ke gelombang “kemresek” (begitu saya menyebutkan). Lagu yang diputar juga khas. Pas SMP (saya sekolah di SMPN 12 Surabaya) saya baru tahu kalau judulnya “Waltzing Mathilda”. Bagi yang belum tahu, silahkan klik video di atas.
“Radio (maksud saya stasiun radio) kemresek kok disetel Kung” (saya memanggilnya mbahkung).
“Ini sumber informasi walaupun kemresek”, katanya pendek sambil ngopi. Saya tanya, “Namanya Radio Australia kok pakai Bahasa Indonesia?”. Beliau jawab, “Ada juga siaran Bahasa Inggrisnya. Pas kamu lagi sekolah Ta” (Tata adalah nama panggilan saya dari beliau). “kok repot-repot pakai punya pegawai dari Indonesia?”, tanyaku. “Ya karena Indonesia besar dan dekat dengan Australia. Kabarnya banyak juga orang Indonesia di sana”, jawabnya. Saya berpikir, “kapan-kapan harus ke sana (sudah keturutan)”.
Beliau nambah lagi, “informasi itu harus dikejar, dalam bahasa apapun”. Dulu di zaman akung muda, banyak orang Belanda yang ingin bisa belajar Bahasa Indonesia.
Percakapan diakhiri dengan perintah, “gek adus Ta!”. Percakapan itu tidak dilanjut, sampai saya mengingat percakapan ini sekarang.
“Informasi harus dikejar, dalam bahasa apapun itu disampaikan”. Pastinya yang bilang begitu bukan hanya kakek saya yang orang Indonesia. Tapi juga kakek-kakek lain di belahan bumi yang lain.
Jangan lupa mampir ke CRCS ITB lantai 2 yaaa. #OpenDataWorkshop2018.