Science communication: beyond impact factor and citation index

Author:

This talk will be given today for the staffs of Magister Management Universitas Padjadjaran. The original slides were written in English, but the following abstract was in Indonesian (the ppt slides are on Slideshare, some of the references are on zenodo, and for you who wish to edit the slides, I wrote them using Overleaf).

science is about:

  • honesty in researching
  • bravery in publishing the results
  • big heart in getting feedback

Abstract

Menulis saat ini bukannya menjadi salah satu bentuk akuntabilitas riset. Tetapi juga menjadi indikator kinerja seorang akademia (periset/dosen/mahasiswa dll). Namun demikian saat ini pemikiran kita hanya selalu berisi beberapa pertanyaan berikut: terindeks Scopus atau tidak?, berapa impact factor nya?, atau kalau saya menulis topik ini apakah akan meningkatkan indeks sitasi saya atau tidak ya? Hal ini diperburuk dengan pola pikir bahwa tugas kita menulis hasil riset kemudian mempublikasikannya di jurnal. Terserah akan diapakan oleh penerbit jurnal tersebut. Kini menjadi lebih mengemuka lagi saat pemikiran tersebut menjadi persyaratan administrasi pangkat dan jabatan atau insentif.

Saya tidak mengatakan bahwa indikator tersebut salah, tapi menurut kemudian kita menjadi lupa dengan esensi menjadi seorang akademia, yaitu: melakukan riset untuk membantu masyarakat (atau bangsa dalam skala luas), melaporkannya, dan menyebarluaskannya untuk diketahui khalayak. Menulis seolah menjadi beban berat. Sepertinya, belum apa-apa sudah memikirkan Scopus, indeks sitasi, dll. Pada akhirnya tidak jadi menulis. Malah salah bukan.

Dalam paparan ini saya menyampaikan bahwa saat ini telah terjadi perkembangan yang luar biasa, bernama Open Science. Aliran ini bertumpu kepada prinsip bahwa ilmu itu terbuka dan milik semua orang. Dengan demikian maka indikator kinerja seorang akademiapun harus ditambah dengan instrumen-instrumen yang lebih terbuka. Bahwa Scopus index, impact factor, dan indeks sitasi adalah pekerjaan panjang yang tidak berhenti saat kita menerima email “accepted”. Partisipasi redaksi jurnal dan penerbit juga berperan dalam mencapainya. Untuk itu diperlukan komunikasi saintifik (science communication) yang handal.

Karena itu saya mengusulkan masyarakat akademia untuk:

  • terus menulis: dalam media formal maupun non formal,
  • menggunakan indikator impact factor, Scopus indexing dengan tidak berlebihan, serta memahami bahwa citation index adalah sebuah indikator outcome, bukan indikator proses,
  • mengutamakan media open access bilamana memungkinkan (khususnya dari sisi dana) dan sajikan data mentah secara terbuka,
  • mencoba menghasilkan artikel dalam Bahasa Inggris, dan
  • memanfaatkan social media.