Terima kasih sudah mampir lagi. Jangan bosan, karena saya belum bosan. Sketchnote di atas saya sampaikan di acara ICCSR Universitas dr. Soetomo 2018 di Surabaya. Saya mempresentasikan ini di tanggal 24 dan 25 Juli 2018. Videonya bisa disimak di tautan video ini.
Saya sedang bosan menggunakan slide ppt, jadi saya menyampaikan pesan saya melalui sketchnote di atas. Semoga tidak malah jadi bingung.
Konteks
Inti dari presentasi saya adalah, “sampaikan walaupun satu ayat“. Dengan segala cara yang Anda bisa. Artikel yang tampil di jurnal adalah salah satu cara saja, yang sampai saat ini digunakan sebagai standar di dunia akademik. Di manapun.
Ok, nah sekarang berapa “orang normal” (baca orang awam) yang membaca artikel ilmiah? Ada diskusi menarik di QUORA tentang hal ini. Jawabannya adalah sangat sedikit, bahkan nol. Juga ada artikel di media Phys.org yang menyatakan bahwa 1/3 riset ditulis dalam bahasa non-Inggris, yang besar kemungkinan untuk terlewatkan (overlooked) oleh peneliti (khususnya yang bercakap dalam Bahasa Inggris). Di sisi lain ada kebutuhan untuk terus mengikuti perkembangan literasi ilmiah.
Riset sebagai barang konsumtif yang perlu dipasarkan
Dalam presentasi ini, juga dalam berbagai diskusi yang melibatkan saya secara lisan maupun melalui sosial media (sosmed), saya selalu menekankan bahwa publikasi riset itu adalah seperti barang konsumtif (consumer goods). Obyek yang perlu dipasarkan dan teknik pemasarannya akan sangat ditentukan oleh target pasar (targeted market). Logika sederhana, kalau Anda meneliti tentang Indonesia, khususnya untuk obyek-obyek riset yang geographically-sensitive, maka mestinya prioritas pertama perlu diberikan pada masyarakat Indonesia. Tentu, karya Anda perlu diketahui juga oleh peneliti LN (luar negeri), karena itu perlu proporsional (dari sisi bahasa) saat menyajikannya dalam bentuk artikel ilmiah. Atau, Anda dapat memilih cara lain, yakni dengan menuliskannya sebagai artikel ilmiah dalam Bahasa Indonesia, tetapi Anda sajikan dalam format lain dalam Bahasa Inggris, misal poster, slide ppt, podcast (membaca teks dalam Bahasa Inggris kemudian direkam), atau menerjemahkannya dalam bentuk abstrak panjang ke Bahasa Inggris.
Belum lagi kebutuhan untuk menyampaikan informasi dalam bahasa yang mudah diterima orang normal. Ini perlu perhatian tersendiri. Saya banyak terilhami oleh penerbit-penerbit dan universitas-universitas LN untuk urusan ini. Mereka juga meminta press/media release untuk setiap artikel yang dihasilkan.
Hambatan
Namun demikian, ide ini akan sangat terhambat dengan metode yang digunakan oleh publik akademia dalam mengukur keberhasilan riset. Gerakan sainsterbuka secara internasional sedang mengadvokasi perubahannya secara gradual, dan preprints hanya salah satunya. Silahkan juga menyimak catatan diskusi tentang Scientific Publishing and Scholarship for the 21st Century ini.
Simak juga diskusi ini.
Tunggu saja perkembangannya sambil terus menyajikan karya Anda secara lebih kreatif.