Ini cara mendeteksi jumlah sitasi buku anda dan proses penerbitan buku

Author:

Ini bagi para penulis buku. Tingkatan kepakaran anda tidak akan turun walaupun yang anda tulis hanya buku dalam Bahasa Indonesia. Saat ini cara pengukuran kinerja staf memang sangat sempit, walaupun katanya beorientasi internasional.

Sebelum era LCGC, Fiat kecil ini sudah melaju kencang dengan 1400 CC DOHC. Fiat UNO II kuning pisang ini saya miliki tahun 2011. Tapi sudah lama saya lepas. 🙂

Bila anda punya buku tercetak, pertanyaan saya adalah bagaimana anda tahu seberapa jauh karya anda membantu orang lain untuk berkarya. Salah satu caranya (tapi tidak harus dan tidak selalu) adalah dengan melihat jumlah sitasi. Bagi para penulis buku cetak tentunya sulit untuk mengetahuinya ketika bukunya hanya hadir dalam bentuk cetakan. Di sinilah era digital, era internet, era terhubung dapat membantu anda.

Tautan profil Google Scholar saya.

Tautan ke buku Hidrogeologi Umum (folder Buku), ke buku Kajian Pendidikan Tinggi IDRI untuk DPR-RI, dan buku Belajar Statistika dengan R.

Agar jumlah sitasi dapat diketahui, maka anda perlu memperhatikan beberapa hal sbb.

1. Tentang dokumennya

1.1 Bagaimana caranya?

Anda harus membuat karya anda dapat ditangkap atau ditemukan oleh pengindeks, dalam hal ini Google Scholar (GS)? Karena ini adalah salah satu pengindeks yang memanfaatkan bot/crawler daring untuk menemukan dokumen anda, bukan karena pendaftaran oleh pengelola media (bisa jurnal atau repositori). Alasan lainnya bersifat administratif, yakni karena data GS disedot oleh SINTA.

1.2 Kemana dokumen harus diunggah?

Ada beberapa cara untuk mendaringkan karya anda: dengan mengunggahnya ke (a) blog pribadi atau (b) repositori terbuka (bukan ResearchGate atau Academia Edu). Ini namanya kegiatan pengarsipan mandiri (self-archiving). Saya menyarankan anda untuk mengunggahnya ke repositori, karena struktur metadatanya akan lebih rapih dibandingkan mengunggahnya ke blog pribadi, sehingga peluang pengindeks untuk mendeteksi sitasi ke dokumen anda lebih besar. Dengan metadata yang lengkap dan rapih, maka pembacapun akan mudah menyitirnya. Kebetulan untuk kedua contoh di atas, saya menggunakan layanan INArxiv. Tapi karena layanan INArxiv-OSF secara berangsur akan dihentikan, anda dapat memilih repositori lain, misal repositori kampus/lembaga masing-masing, repositori terbuka lainnya seperti Zenodo (gratis tak terbatas) atau Figshare (gratis terbatas/freemium).

1.3 Sekarang apa yang anda unggah?

Ini akan sangat terkait dengan kebijakan penerbit buku. Cek isi perjanjian pengalihan Hak Cipta yang telah anda tangani. Hal-hal yang tidak jelas dapat segera ditanyakan ke penerbit. Ini penting karena saya tidak ingin anda melanggar ketentuan penerbit yang ujungnya bisa sampai ke tuntutan hukum. Ngeri memang tetapi tidak harus ditakuti asal kita memahami apa yang dilarang.

2. Tentang penerbitnya

Akan ada dua jenis penerbit yang anda temui

2.1 penerbit yang konservatif dan banyak melarang

Biasanya ini penerbit besar. Mereka ingin buku anda menghasilkan semaksimum mungkin keuntungan. Untuk kondisi ini, saya sarankan ibu dan bapak hanya mengunggah cover, kata pengantar, beberapa halaman pertama pada tiap bab. Tujuan mengunggah ini hanya untuk meninggalkan jejak digital agar mesin pencari (termasuk Google Scholar) dapat menemukannya dan pada akhirnya akan menghubungkan dokumen dengan profil anda.

2.2 penerbit yang non-konservatif.

Biasanya penerbit ini hanya memperhatikan jumlah penjualan dari buku tercetak. Ini berarti penerbit tidak secara eksklusif memiliki naskah buku anda seperti penerbit tipe 2.1. Dalam kasus ini anda dapat lebih bebas mengunggah naskah buku yang masih draft, belum mendapatkan penyuntingan dan tata letak (layout) dari penerbit. Mirip dengan makalah versi pracetak (preprint). Anda juga bernegosiasi dengan penerbit untuk hal ini, saat menandatangani perjanjian. Ibu dan bapak juga dapat mengusulkan pola kerjasama ini bila menerbitkan buku dengan seluruh biaya ditanggung oleh penulis. Dengan mengunggah naskah buku pracetak ke repositori secara lengkap, maka pembaca akan memiliki opsi untuk memiliki buku anda secara tercetak atau digital, atau dua-duanya. Yang manapun jenis penerbit, anda dapat menegosiasikan masalah ini. Lagipula, yang melakukan banyak pekerjaan sebagai bahan baku kan anda. Bukan penerbit.

3. Tentang rute penerbitan buku

Nah sekarang tentang mekanisme atau rute penerbitannya.

3.1 Rute Konvensional

Dengan rute ini, maka anda sudah harus siap untuk menyerahkan seluruh hak anda kepada penerbit dan anda tinggal menunggu pembayaran royalti dari mereka berdasarkan berapa jumlah buku yang terjual (baca sub bab 2.1). Ini merupakan rute yang paling tua. Intinya penerbit akan berupaya menarik keuntungan dari penjualan buku anda. Pada sisi penulis keuntungannya hanya satu: penulis tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun dan ia tidak pula perlu pusing dengan program promosi dll. Kalau dilihat dari sisi penerbit, mereka pasti akan memilih judul atau jenis buku yang akan mereka “beli” dari anda. Merekapun akan memilih betul penulis yang akan mereka ajak kerjasama. Harus penulis yang beken atau bukunya berpotensi untuk dijual.

3.2 Rute Penerbitan Mandiri (self publishing)

Pada rute ini, pada prinsipnya penulis bertanggungjawab kepada isi bukunya dan penjualannya. Ia dan penerbit bekerjasama hanya pada lingkup pencetakan buku. Biaya pencetakannyapun ditanggung oleh penulis. Biasanya biaya penerbitan ini kemudian dikonversi menjadi jumlah eksemplar minimum buku yang perlu dicetak agar penerbit bisa mendapatkan keuntungan. Faktor positif bagi penulis adalah buku cepat terbit, tidak perlu melalui penyaringan ketat oleh penerbit. Naskah bukunyapun dapat bebas disebarluaskan, versi cetak maupun digitalnya (baca sub bab 2.2). Kekurangannya adalah penulis harus mengeluarkan uang untuk membiayai proses penerbitan. Dari sisi penerbit, jelas mereka tetap akan mendapatkan keuntungan. Mereka juga tidak perlu pusing dengan strategi promosi, karena biaya produksi buku semuanya telah tertutupi sejak awal.

Bila ada pembaca yang memiliki cara lain, dapat menambahkannya di kolom komentar.

Terima kasih sudah membaca.

Salam #terbukatautertinggal

Penulis: Dasapta Erwin Irawan (KK Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung)