Oleh: Dasapta Erwin Irawan
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung
Pendiri INArxiv (yang sedang hibernasi)
Dunia riset dan publikasi pada dasarnya adalah sebuah dunia yang bersandar sepenuhnya kepada sitasi. Penilaian kinerja staf, laboratorium, pusat penelitian, sampai perguruan tinggi didasarkan semuanya kepada jumlah sitasi. Dari data itu kemudian pemeringkatan dibuat.
Dari mana kira-kira budaya itu datang?
- Bisa dari atas ke bawah, misalnya saat seorang peneliti senior menanamkan pemikiran bahwa jumlah sitasi menunjukkan kualitas. Cerita ini mungkin berlanjut dengan berita gembira bahwa laboratorium itu memenangkan hibah, salah satunya karena jumlah sitasi karya anggotanya yang meroket.
- Bisa dari samping, misalnya saat seorang peneliti menyampaikan berita gembira tentang naiknya jumlah sitasi makalahnya (biasanya ditampilkan dalam bentuk indeks-H). Berita ini kemudian mungkin diikuti dengan cerita kegembiraannya mendapatkan insentif.
Tidak selesai dengan dua sumber di atas. Saya mungkin menemukan satu lagi.
Mungkin saja budaya mengejar sitasi datang dari bawah ke atas. Anda mungkin tidak percaya, tapi saya punya buktinya. Kebetulan saya ikut menangani proses akreditasi prodi. Tentunya ada ada tabel yang harus diisi. Salah satu data yang diminta adalah jumlah karya mahasiswa yang disitasi. Tentunya jumlah sitasi yang lebih banyak akan menghasilkan skor penilaian akreditasi yang lebih besar. Mungkin anda berpikir ini biasa saja. Tapi coba renungkan.
Ketika seorang mahasiswa mengerti kalau jumlah sitasinya berharga, maka ia dengan sendirinya, bahkan tanpa pengaruh seniornya, akan berpikir bahwa sitasi harus dikejar. Apalagi kalau ia akan bekerja sebagai dosen atau peneliti. Dan kalau tidak ada yang mengoreksi, maka pola pikir yang sama akan terus terbawa saat ia meniti karir hingga mencapai tingkat peneliti senior. Maka dapat diduga, ia akan menurunkan pola pikir ini kepada yuniornya.
Sepertinya pola ketiga ini yang lebih banyak terjadi. Bayangkan kalau ini terjadi di seluruh dunia.
Maka sepertinya kita perlu merevisi nasihat kepada anak-anak, “jangan menilai seseorang dari luarnya”, karena setiap hari kita melakukannya.
Artikel ini di Github.