Konteks
Tulisan ini memiliki konteks awal proses perkuliahan dan sidang sarjana di prodi tempat saya bekerja. Walaupun berawal dari lingkup lokal, setelah saya cermati lagi, seperti kontennya memiliki nilai generik. Beberapa mahasiswa dari beberapa universitas (dari prodi yang berbeda-beda) menyampaikan keluhan yang sama.
Artikel blog ini utamanya adalah sebagai pengingat untuk diri saya sendiri. Bahwa mencari referensi yang relevan dan tepat ibaratnya mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Kasus hangat di Twitter
Intinya Philip Purnell menerbitkan makalah di Jurnal Scientometric tentang situasi publikasi di Indonesia yang didominasi makalah dalam prosiding seminar (international). Peningkatannya yang sangat tajam dalam lima tahun terakhir disebutnya sebagai pengaruh dari regulasi.
Saya menulis utas (thread) yang intinya menyampaikan tiga pesan penting, yaitu bahwa:
– Kesimpulan Purnell tersebut sudah diketahui oleh banyak pihak dan telah pula diterbikan dalam format makalah ilmiah. Artinya kalau bicara kebaruan sebenarnya paper tersebut minim kebaruannya.
– Purnell hanya menggunakan basis data scopus dalam pencarian referensinya. Akibatnya makalah yang dirujuknya adalah makalah yang ditulis dalam Bahasa Inggris yang juga ternyata hanya makalah yang ditulis oleh penulis bukan dari Indonesia.
– Hambatan bahasa mestinya sudah bukan masalah, ketika hampir seluruh makalah dari jurnal Indonesia telah menyajikan abstrak dalam Bahasa Inggris. Pengembangan perangkat lunak sulih bahasa (translation) seperti Google Translate juga tidak berhenti. Kualitas translasinya makin baik, setidaknya mampu menyampaikan ide utama suatu dokumen.
Tautan ke utas Twitter
Cukup membahas hal di atas, sekarang kita kembali ke tujuan awal saya menulis artikel ini.
Wawasan regional dan lokal
Bahwa dalam proses sidang dan penilaian kinerja tugas akhir (TA), dosen masih melihat komponen wawasan regional sebagai komponen “mati” yang harus diceritakan seluas mungkin, terlepas dari bahwa terkadang yang wawasan regional yang diceritakan tidak ada kaitan langsung dengan obyek risetnya.
Namun demikian apa yang relevan dan tidak relevan bersifat subyektif. Apa yang dinilai relevan oleh penguji belum tentu relevan menurut mahasiswa dan pembimbingnya.
Intinya di saat sidang sarjana, semua mahasiswa harus bisa menjelaskan wawasan regional dari literatur seluas dan serinci mungkin. Masalahnya proses 4 tahun (bahkan ada yang lebih) kuliah ditentukan oleh proses dialog selama dua jam saat sidang.
Dalam wawasan ini perlu juga ditanamkan persepsi yang berbeda antara kelompok ilmuwan tertentu dengan yang lain. Beberapa penulis membagi persepsi umum ini ke dalam dua blok, Blok Utara (global north) dan Blok Selatan (global south). Kita dan negara-negara miskin, atau negara berkembang, atau negara-negara yang pernah terjajah masuk ke kelompok Blok Selatan. Dalam menelaah literatur juga perlu ada keseimbangan persepsi antara utara dengan selatan atau barat dengan timur. Ini penting agar telaah kita telah mengkomodasi berbagai pemikiran dan kutub pemikiran.
Tidak adil bagi mahasiswa dan sains
TIDAK ADIL BAGI MAHASISWA
Ini yang sering tidak adil bagi mahasiswa dan bagi sains itu sendiri. tidak adil bagi mahasiswa karena mereka dipaksa untuk membagi pikiran ke dua hal yang saat sidang dinilai sama beratnya, yaitu: membuat sintesis dari wawasan regional dan menelaah kondisi lokal yang terkait langsung dengan obyek skripsinya.
Ini jadi berat untuk kedua kalinya bagi mahasiswa ketika seluruhnya adalah kajian literatur. artinya mahasiswa harus mengumpulkan sebanyak mungkin literatur, sementara mereka tidak pernah diajarkan untuk melakukan pencarian dan telaah literatur secara sistematis. jadi pasti ada saja peluang, dosen penguji muncul dengan suatu makalah atau dokumen ilmiah yang tidak diketahui oleh mahasiswa.
Mahasiswa sendiri kemudian mencari cara mudah dengan melihat telaah literatur skripsi yang sejenis atau sama judulnya untuk mencari tipikal referensi yang biasa disitir. akibatnya pengetahuan mahasiswa sebenarnya tidak bertambah. Literaturnya hanya itu-itu saja. Dampaknya adalah sitiran bisa saja diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti sebuah mitos.
TIDAK ADIL BAGI SAINS
Akibat jangka panjangnya ilmu akan berkembang satu sisi saja, yaitu di sisi negara/universitas/individu yang konsisten mengembangkan ilmunya. Sementara di sisi negara/universitas/individu yang melakukan penyitiran (dalam hal ini Indonesia) untuk belajar dari kemajuan sains bangsa lain, ilmunya akan stagnan.
Padahal di negara yang bersangkutan (dalam kasus ini adalah indonesia) ada banyak sekali kasus yang bisa jadi dapat diselesaikan dengan dasar ilmu dari negara lain.
Juga sebaliknya, ketika banyak ilmuwan Indonesia sudah rajin berkreasi (bukan hanya menggunakan/menyitir) dalam bentuk yang luas (bukan hanya dalam format publikasi ilmiah yang kaku), maka akan ada banyak sekali kasus dari Indonesia yang dapat dikaji bersama secara mendalam bersama peneliti dari negara lain.
Tidak adil bagi sains juga ketika dalam sehari mungkin terbit puluhan bahkan ratusan artikel yang relevan dengan riset, diterbitkan dalam berbagai bahasa, oleh ilmuwan dari berbagai bangsa/negara, tapi yang ditemukan dan pada akhirnya dibaca hanya artikel yang itu-itu saja.
Usulan solusi
TELAAH LITERATUR SECARA SISTEMATIS
Untuk hal ini solusinya adalah mahasiswa mau tidak mau harus diajarkan untuk melakukan telaah literatur secara SISTEMATIS, bukan hanya diberi keterampilan googling, walaupun googling mungkin telah bisa mereka sejak baru lahir. Ya googling
berasal dari kata Google, sebuah merek yang telah berubah bentuk dan fungsi menjadi kata kerja.
Ini merupakan tanggungjawab
kuliah-kuliah yang bertema metode penelitian, apapun judul kuliahnya.
Beberapa hal yang perlu diajarkan:
- berbagai jenis mesin pencari dan lingkup pencariannya
- berbagai jenis basis data ilmiah dan lingkup pencariannya
- bagaimana melakukan pencarian
- bagaimana melakukan penyaringan artikel
- bagaimana cara menyitir
MESIN PENCARI DAN LINGKUP PENCARIANNYA
Mesin pencari ada macam-macam. Masing-masing memiliki lingkup pencarian yang berbeda. Anda bisa lanjut membaca ini:
Bias pencarian informasi harus dihindari semaksimum mungkin, karena pengetahuan dibangun dari pengetahuan sebelumnya. Selalu akan begitu. Sejak dulu.
BASIS DATA ILMIAH DAN LINGKUP PENCARIANNYA
Sekarang kita bergerak ke arah yang lebih spesifik, yaitu mesin pencari artikel ilmiah. Untuk itu kita perlu belajar basis data ilmiah. Sebenarnya basis data ilmiah juga mesin pencari. Silahkan membaca ini juga:
- Basis data sains saat bekerja dari rumah
- Mengorek jumlah makalah berbahasa Indonesia dalam basis data DOAJ dan Bank Dunia
- Basis Data Lens: melihat dibalik “lensa”
- Era baru publikasi di Indonesia
MELAKUKAN PENCARIAN: KUNCINYA ADALAH KATA KUNCI
Jadi intinya pencarian informasi akan selalu membutuhkan komponen mesin pencari (atau basis data ilmiah) dan komponen kata kunci. Keduanya harus dikombinasikan. Silahkan membaca ini:
Dalam video di bawah ini, Fadlan (mahasiswa S1 Geologi yang akan memulai pemetaan geologi) dan saya membicarakan masalah perencanaannya, juga strategi pencarian literaturnya.
MENYARING ARTIKEL
Di sini kita bicara alur ideal ya dengan waktu yang cukup. Pada prakteknya alurnya seringkali tidak ideal dan waktunyapun pendek (baca: terburu-buru).
Bagaimana cara membaca (menelaah) makalah akademik
MENYITIR: MEMBANGUN PENGETAHUAN BARU DARI PENGETAHUAN SEBELUMNYA
Menyitir pada dasarnya adalah membangun pengetahuan baru dari pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
- Mencari celah riset (research gap) -> podcast
- Mencari celah riset -> video (agak panjang)
- Memvisualisasikan referensi
- Bibliometric study to assist research topic selection: a case from research design on Jakarta’s groundwater
- Making a visual research landscape of surface water and groundwater interactions (1980 – 2017) using free online tools