Masih tentang #permenpanrb12023. Berikut dugaan saya setelah membaca permen dan FAQnya serta menganotasinya. Tulisan ini pertama muncul sebagai utas (thread) di Twitter #dosenadmin
Kalau saya pelajari Permen dan FAQ-nya pasal per pasal, sepertinya alur lama tetap bisa diakomodasi dengan permen yang baru ini. Permen baru hanya membuat agar prosedur naik jabatan tidak bersifat otomatis, tapi berdasarkan formasi/lowongan dan kebutuhan Perguruan Tinggi (PT). Ini yang sering disebutkan bahwa Permen akan membuat keberadaan ASN (dalam hal ini dosen) bisa mendukung target kinerja institusi. Bukan maunya sendiri.
Ini ilustrasinya. Dulu berdasarkan Permen dan POPAK yang lama, saya sebagai Lektor bisa lompat ke Guru Besar (GB) kalau mau dan angka kreditnya cukup. Nah sekarang tidak bisa karena mau saya saja. Tapi harus ada mau saya DAN lowongan/formasi GB di PT saya.
Nah berarti tergantung lowongan/formasi GB dong? Untuk menjawab itu, mari kita lihat situasi saat ini.
Dengan adanya tuntutan pemeringkatan, akreditasi yang juga menghitung rasio GB dengan jumlah dosen total, dll, pastinya para Rektor ingin posisi PT-nya bagus. Maka lowongan/formasi GB itu pastinya akan selalu dapat dibuat. Dan Rektor pasti akan menandatangani. Demikian pula untuk jabatan Lektor Kepala (LK) dst.
Lantas yang disebut dengan memangkas prosedur, sebenarnya adalah prosedur di Jakarta. Dalam kondisi sekarang pun sebenarnya prosedur di DIKTI sudah dipangkas. Yang panjang dan berliku kan prosedur di kampus. Nah dalam Permen rasanya belum menyebutkan penyeragaman prosedur di kampus di kampus.
Terkait lika-liku promosi di tingkat kampus, sudah saya dan rekan-rekan penulis ringkas di sini.
Kemudian ada juga istilah predikat kinerja dalam Permen baru. Saya masih ragu kalau proses penilaian predikat kerja ini bisa seringkas yang diinginkan Menpanrb, karena dosen sudah terbiasa dengan pola pembuktian kinerja atau karya yang mrinthil (sangat rinci dan kaku). Tentunya kita semua sadar bahwa pembuktian menjadi mrinthil tidak lain karena berbagai kenakalan dosen juga.
Saya sisipkan informasi baru berdasarkan sosialisasi yang dilaksanakan hari ini (Jumat, 14 April, pukul 9.00).
Jadi menurut Permen baru kenaikan jabatan didasari oleh hasil penilaian predikat kinerja, tapi menilai predikat kinerja pastinya perlu ada penilaian karya. Dugaan saya akan tetap saja membutuhkan berbagai pembuktian rinci.
Satu hal lagi (tambahan). Dalam salindia sosialisasi pagi ini (Jumat 14/04/23) disebutkan syarat kenaikan jabatan sebagai berikut. Saya kok masih yakin poin c dan d akan diserahkan mekanismenya ke kampus (untuk PTN dan PTNBH) dan L2DIKTI (untuk PTS). Karena selama ini, setidaknya di beberapa kampus yang saya tahu, para calon LK dan GB diwawancara oleh sebuah panitia. Nah kalau karyanya bagus, bisa dibuktikan, dan kandidat dapat menjelaskan visi-misinya dengan baik, ya mestinya tidak masalah. Ingat, kampus kan juga dikejar target Renstra, target indikator pemeringkatan, dan akreditasi.
Bahwa mekanisme/prosedur pengumpulan data kinerja, pengusulannya, serta penilaiannya menjadi lebih efektif dan efisien tentu sangat dibutuhkan. Semoga Permen baru ini akan ada prosedur, platform, aplikasi yang lebih efisien, tapi rasanya tetap saja pembuktian rinci dibutuhkan. Setidaknya khusus untuk dosen. Semoga Permen ini bisa diadopsi dengan baik di set regulasi teknis yang akan dibuat oleh DIKTI.
Demikian dugaan saya, dengan beberapa syarat dan kondisi yang sudah lama kita (dosen) rasakan. Semoga saja Permen yang baru ini menjadi angin segar bagi para dosen ASN dan non ASN.