Saya belum pernah menjadi Rektor, tapi saya makin bisa membayangkan bagaimana sulitnya untuk menjadi rektor yang kreatif. Berikut analoginya dengan lapangan kasti/baseball/softball.
Pembuka
Mari kita analogikan peran rektor dengan pemain dalam permainan kasti/baseball/softball dan keterkaitannya dengan keterbatasan kewenangan akibat peraturan kementerian. Kenapa bukan permainan sepak bola? Itu karena yang muncul di kepala saya saat ini adalah baseball. 😀 (jangan ngatur-ngatur wong saya yang nulis).
Tulisan ini tentu berdasarkan wawasan saya yang terbatas. Jadi para Pembaca sangat boleh untuk memberikan komentar di kotak komentar (di bawah) atau kirim ke email saya dasaptaerwin at gmail dot. com.
Analoginya dalam Dunia Olahraga
- Rektor sebagai Pemain Utama (Batter):
- Berperan sebagai pemain utama yang memiliki tanggung jawab krusial dalam memukul bola (mencapai target institusi) dengan tingkat presisi dan ketepatan yang tinggi, sambil mempertimbangkan berbagai faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi hasil akhir.
- Dituntut untuk membaca situasi dengan cermat dan menyeluruh, menganalisis berbagai peluang yang tersedia dari berbagai sudut pandang, melakukan evaluasi mendalam terhadap risiko dan manfaat, serta mengambil keputusan strategis yang tidak hanya tepat waktu tetapi juga selaras dengan visi jangka panjang institusi.
- Harus kreatif dan inovatif dalam memilih dan mengimplementasikan strategi yang efektif, beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai situasi yang dinamis dan berubah-ubah, serta mengoptimalkan seluruh potensi tim dan sumber daya yang tersedia untuk mendorong pengembangan institusi secara berkelanjutan.
- Peraturan Kementerian sebagai Aturan Permainan:
- Peraturan kementerian membatasi ruang gerak institusi, dengan efek yang sering tidak terlihat secara langsung namun berdampak signifikan pada proses administratif dan pengembangan karir.
- Batasan-batasan ini terutama terasa pada saat dosen atau tenaga kependidikan hendak memulai proses penting dalam karirnya, seperti kenaikan pangkat atau pengembangan kompetensi.
- Meski regulasi ini terkadang menghambat kreativitas dan inovasi karena kaitannya dengan Indikator Kinerja Utama (IKU), tantangan utamanya adalah menemukan keseimbangan antara inovasi dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
- Lapangan Kasti/Baseball/Softball sebagai Lingkungan Institusi:
- Lapangan adalah tempat rektor beraksi dengan berbagai dinamika dan tantangannya, dimana rektor harus peka terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi institusi.
- Rektor perlu memahami karakteristik “lapangan” seperti halnya pemain yang harus memahami kondisi permainan.
- Kondisi sumber daya dan SDM menentukan strategi rektor, termasuk pemahaman mendalam tentang kekuatan dan kelemahan institusi serta kemampuan memanfaatkan peluang secara optimal.
Argumen
Menjadi rektor yang kreatif ibarat menjadi pemain kasti yang harus memukul bola dengan baik, namun tangannya terikat. Peraturan kementerian, walau penting untuk standardisasi dan akuntabilitas, sering membatasi ruang gerak rektor dalam berinovasi dan mengembangkan institusi.
Tiga Contoh Keterbatasan Kewenangan Rektor:
- Pengelolaan Keuangan:
- Peraturan kementerian (Kemendikbud, Keuangan, PAN) mengatur secara detail dan ketat penggunaan anggaran perguruan tinggi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan.
- Rektor menghadapi kendala signifikan dalam mengalokasikan dana untuk program-program inovatif di luar pos anggaran yang telah ditetapkan, termasuk keterbatasan dalam merespons peluang-peluang strategis yang muncul di tengah tahun anggaran.
- Analoginya, seorang pemukul bola (rektor) hanya boleh menggunakan jenis pemukul yang telah ditentukan, tanpa bisa memilih pemukul yang lebih sesuai dengan kondisi lapangan atau jenis lemparan, bahkan ketika situasi permainan menuntut adaptasi yang cepat dan fleksibel.
- Rekrutmen dan Pengembangan SDM:
- Prosedur rekrutmen dan pengembangan SDM diatur dengan sangat ketat melalui berbagai persyaratan administratif yang kompleks dan berlapis-lapis dari kementerian, yang mencakup serangkaian formulir, dokumen, dan proses verifikasi yang harus diikuti secara sistematis.
- Kendala birokrasi yang ada secara signifikan membatasi fleksibilitas rektor dalam merekrut dan mempertahankan talenta-talenta terbaik yang sesuai dengan kebutuhan spesifik institusi. Talenta terbaik yang dimaksud tidak hanya mencakup individu yang brilian dalam bidang akademik, tetapi juga mereka yang memiliki kreativitas tinggi dan kemampuan berinovasi yang dapat mendorong kemajuan institusi.
- Program pelatihan dan pengembangan staf menghadapi tantangan besar dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tuntutan industri terkini, terutama karena rigid-nya aturan yang ada. Kesempatan untuk menjalani pelatihan ini sering dibatasi oleh kurangnya pendanaan. Sistem yang kaku ini menghalangi implementasi metode pembelajaran yang lebih dinamis dan responsif terhadap perubahan cepat dalam lanskap pendidikan tinggi.
Penutup sebagai refleksi saya (dan mungkin Anda)
Dari yang saya sampaikan ini memang terlihat suram dan menantang, tetapi sebenarnya dengan kreativitas yang tepat (dan tentunya yang dilandasi oleh kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku), masih terdapat berbagai celah dan peluang yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Kuncinya adalah mengutamakan kemandirian dalam berpikir dan bertindak, mengembangkan olah pikir yang inovatif namun tetap bertanggung jawab, serta membangun pendekatan strategis yang mempertimbangkan berbagai aspek dan batasan yang ada. Dengan pendekatan yang bijaksana dan terukur, tantangan-tantangan tersebut justru dapat menjadi katalis untuk menciptakan solusi-solusi kreatif yang lebih berkelanjutan.
