Senyampang (Mumpung) Rektornya baru, mumpung Dekannya juga akan segera dipilih, serta mumpung Menterinya masih muda dan se-almamater…
Judul di atas memang hanya relevan untuk kampus saya, tetapi gambarnya sebenarnya berlaku secara universal. Tidak ada satu pun perguruan tinggi di Indonesia yang tidak merasakannya, kecuali mungkin perguruan tinggi yang berasal dari luar negeri.
Gambar ini menunjukkan posisi PTN-BH yang samar—bahkan nyaris tak terlihat—otonominya. Setiap kegiatan di PTN-BH diatur dari atas. Birokrasi internal pun masih belum menunjukkan perbedaan nyata antara PTN-BH dengan PTN biasa dan PTS. Mungkin terlihat berbeda, namun terasa sama saja. Tidak ada perbedaan yang mencolok—tidak seperti ketika kita merasakan dingin yang menggigit saat musim dingin di Eropa.
Saya memahami bahwa birokrasi tetaplah birokrasi. Seharusnya ia dibangun untuk mencapai tujuan, bukan malah menjadi kendala. Satu hal penting yang perlu dibenahi adalah keharusan membuat surat untuk setiap tahapan internal. Proses ini sangat menghambat—untuk pencairan dana perlu surat, untuk perubahan anggaran perlu surat, semuanya membutuhkan surat. Padahal yang terpenting adalah kebutuhannya. Namun ini hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang ada.
Saya membuat gambar dan posting ini bukan untuk membuat Anda semua pesimis. Saya hanya ingin Anda realistis tentang keterbatasan kewenangan di setiap jabatan. Kewenangan sebuah jabatan akan dibatasi oleh kewenangan jabatan lainnya. Terkadang terjadi tumpang tindih kewenangan, atau bahkan ada kewenangan yang tidak jelas siapa pemegangnya. Karena itu, saat membuat janji yang bersifat vertikal atau membutuhkan komponen vertikal, sadarlah bahwa hal tersebut akan sulit dicapai. Begitu pula dengan janji yang bersifat horizontal—semuanya memiliki batasan. Kuncinya adalah bersikap realistis.
Yang tak kalah penting, berikanlah penjelasan kepada warga, baik ketika Anda sebagai pimpinan, bisa maupun tidak bisa mencapai sesuatu. Warga adalah manusia yang punya senang, sedih, marah dan kecewa. Yang mereka butuhkan hanyalah kejelasan. Mana yang bisa dilaksanakan, mana yang Anda pun ragu, dan mana yang sudah pasti tidak bisa. Mereka pun memahami bahwa kewenangan pimpinan, di level mana pun, memiliki batasan.
Akhirnya, warga akan menyadari bahwa bekerja di PTN-BH tidak berbeda dengan bekerja di PTN biasa atau PTS. Yang membuat mereka bangga adalah transparansi—mereka selalu mendapat penjelasan yang jelas dari pimpinannya. Mereka diberikan pemahaman tentang keterbatasan yang ada, bukan pemahaman tentang janji.
