Pentingnya berlatih “menulis bebas” secara rutin

Author:

Pentingnya berlatih “menulis bebas” secara rutin

Oleh: Dasapta Erwin Irawan (Dosen FITB)

Kadang saya merasa seperti batu sedimen yang terjebak di lapisan tebal kerak Bumi—kaku, padat, dan sulit bergerak. Begitu pula mahasiswa menulis: terkadang kata-kata terasa sekeras batu basalt, susah ditembus, apalagi memulai kalimat pertama. Saya, sebagai peneliti geologi yang terbiasa melihat jutaan tahun perubahan batuan, juga pernah bingung menghadapi halaman kosong. Bedanya, perjuangan mereka berdurasi antara 15 menit hingga satu jam—bukan jutaan tahun, tentu saja!

Nah, di sinilah “menulis bebas” berperan bak proses erosi yang secara perlahan menggerus batu keras menjadi butiran pasir halus. Anda cukup mencurahkan apa pun yang terlintas—mulai dari ide paling sederhana hingga pikiran yang seolah nyasar ke lapisan atmosfer langit ke-7. Jangan khawatir soal ejaan, tanda baca, atau struktur paragraf yang baku. Anggap saja Anda sedang memotret internal batuan: cukup tangkap apa adanya, lalu nanti ke lab (atau meja kopi) untuk melakukan analisis lanjutan.

Menulis bebas bukan sekadar olahraga jari di atas keyboard atau pena di atas kertas; ia juga melatih otak agar tidak terlalu cepat menghakimi diri sendiri. Bayangkan Anda seorang ahli stratigrafi yang meneliti lapisan demi lapisan sedimen—setiap fragmen tulisan Anda adalah lapisan kecil yang kelak bisa dirangkai jadi gambaran utuh. Tanpa sesi “menulis bebas”, Anda mungkin melewatkan lapisan-lapisan ide menarik yang tersembunyi di bawah permukaan keraguan.

Selain membantu menemukan “lapisan” ide, menulis bebas juga menciptakan kebiasaan harian yang konsisten—seperti lapisan tipis batubara yang berulang membentuk cadangan energi yang besar. Cukup alokasikan 10–15 menit setiap pagi (atau kapan pun Anda siap berhadapan dengan halaman kosong). Rasakan sendiri bagaimana rasa tegang perlahan mencair, dan alur pikiran Anda mulai menyerupai aliran lava yang lancar. Jangan lupa, Anda tidak harus berhadapan dengan layar komputer dengan kursor berkedip-kedip, pena dan kertas juga bisa digunakan.  

Pada akhirnya, menulis bebas adalah fondasi sederhana namun kuat untuk membangun keterampilan menulis, apapun jenis tulisannya. Ia membuat kita, bergerak dari “tidak tahu harus mulai dari mana” menjadi “oke, ada sekian paragraf kasar yang bisa saya poles lebih lanjut.”

Juga perlu dicamkan, bahwa menulis adalah keterampilan yang dapat dipelajari dengan berlatih. Menulis bukanlah bakat atau bawaan lahir.

Percayalah, latihan rutin ini akan membuka celah-celah kreativitas yang sebelumnya tersembunyi di balik lapisan kerak ketakutan. Jadi, segera ambil pena dan kertas atau nyalakan komputer Anda, dan biarkan kata-kata mengalir—seperti sungai di dasar ngarai yang akan selalu berbelok saat bertemu batuan keras.