As quoted
*Hidup Super si Superkaya *
*Bangun Istana Pribadi Tertinggi di Dunia
**Catatan: Dahlan Iskan**
*
BANYAK orang kerja kelewat keras untuk menjadi kaya. Setelah kaya, mau apa?
Mukesh Ambani, orang terkaya di India saat ini, mau bikin rumah yang tertinggi di dunia. Umurnya baru 51 tahun, jadi -insya Allah- masih akan lama menikmati rumah idamannya itu.
Rumah yang arsitekturnya akan sangat unik itu tahun lalu mulai dibangun dan baru akan selesai tahun depan. Tingginya 173 meter, sama dengan gedung pencakar langit berlantai 60. Berarti dua kali lipat ketinggian gedung Graha Pena Surabaya. Lokasinya di pusat bisnis Kota Mumbai (dulu Bombay) menghadap ke Laut Arabia.
Rumah itu akan diberi nama Istana Antilia, diambilkan dari nama mitologi pulau kecil di Samudera Atlantik, jauh di seberang Spanyol. Antilia dalam mitos lama bisa juga diartikan keberuntungan.
Tapi, bangunan setinggi itu hanya akan dia jadikan 27 lantai saja. Berarti, langit-langit tiap lantainya amat tinggi. Hampir tiga kali ketinggian lantai gedung bertingkat pada umumnya.
Untuk apa saja rumah tinggal setinggi 173 meter itu? Menurut laporan Mumbai Mirror, lantai 1 sampai 6 akan dipakai khusus untuk parkir mobil-mobilnya.
Ambani memang hobi koleksi mobil mewah. Menurut laporan itu, dia punya 160 mobil, satu jumlah yang tidak istimewa untuk ukuran penggemar mobil. Di Surabaya saja ada penggemar mobil yang punya koleksi hampir 200 unit, termasuk Ferrari, Lamborghini, Porsche, hingga BMW.
Semua mobil itu tidak akan dirawat di bengkel umum. Ambani merancang lantai
7 rumahnya khusus untuk bengkel dan reparasi mobil. Semua fasilitas perawatan mobil akan diadakan di lantai 7 itu, termasuk karyawan-karyawan yang mengerti tentang seluk-beluk mobil mewah.
Lantai di atasnya akan digunakan untuk pusat rekreasi: terutama gedung bioskop dengan kursi-kursi kulit yang mewah untuk 50 orang. Ambani akan mengundang keluarga dekat atau rekan-rekan bisnisnya nonton film di situ.
Lantai 9, 10, 11, dan 12 akan dia biarkan sebagai ruang terbuka tanpa dinding. Ada empat lantai balkon yang begitu luas yang dari situ bisa melihat birunya Laut Arabia. Di balkon-balkon itu pula akan dibangun kebun, sehingga meski berada di lantai atas, akan terasa seperti di taman biasa.
Lantai 13 dan 14 khusus untuk menjaga kesehatan badannya. Ada poliklinik keluarga dan ada pula pusat kebugaran dengan peralatan yang tidak kalah dari gym modern. Sudah tentu juga ada kolam renangnya. Kolam renang yang berada di ketinggian sekitar 50 meter.
Tamu-tamunya akan diterima di ruang tersendiri di lantai 17 dan 18. Di situ juga disediakan kamar-kamar, kalau-kalau tamunya harus menginap. Rumah tinggalnya sendiri menempati empat lantai di atasnya, yakni lantai 19, 20, 21, dan 22. Di empat lantai itulah Ambani bersama istri dan tiga anaknya akan bertempat tinggal.
Karena rumah tersebut harus sempurna, perawatan dan kebersihannya juga harus dijaga ketat. Untuk fasilitas pemeliharaan gedung itu saja, diperlukan tiga lantai tersendiri: lantai 23, 24, dan 25. Itu masih harus ditambah satu lantai lagi di atasnya untuk ruang mekanikal dan elektrikal.
Satu lantai lagi di atasnya khusus untuk panel control room yang berkaitan dengan penerbangan. Penerbangan? Ya. Di lantai atas memang ada lapangan helikopter yang cukup untuk empat pesawat itu. Ambani ke mana-mana memang harus naik heli. Bukan untuk kemewahan, tapi untuk tuntutan mobilitas kerjanya.
India, khususnya Mumbai, kini memang padat dengan mobil, sehingga macet di mana-mana. Terutama sejak mobil sedan murah mulai dipasarkan dengan harga hanya Rp 40 juta. Bahwa dia memiliki mobil 160 unit dan perawatannya selalu dilakukan dengan istimewa, tampaknya, mobil-mobil tersebut hanya akan lebih banyak parkir di enam lantai terbawah rumah barunya.
Meski Ambani baru memimpin perusahaannya pada 1981 (hanya setahun lebih dulu dari saya mulai memimpin Jawa Pos), hasilnya luar biasa. Orang boleh berangkat bersama-sama, tapi sampainya bisa amat berbeda. Bahkan, banyak pula yang tidak pernah sampai sama sekali.
Teman saya yang sama-sama berangkat pada tahun itu, yang kemudian pindah dari Surabaya ke Jakarta, tahun lalu mulai menempati istananya yang baru seluas satu hektare di daerah elite Kebayoran Baru, Jakarta. Harga rumahnya itu paling tidak Rp 200 miliar. Teman saya satunya lagi, yang juga berangkat bisnis pada tahun yang sama, baru saja membeli rumah seluas satu hektare di Pondok Indah, Jakarta. Karena kurang puas dengan tata ruang rumah yang baru dibelinya itu, dia ambil putusan untuk meruntuhkannya sama sekali dan membangun saja yang baru. Sedang saya, alhamdulillah, juga baru pindah rumah, tapi dari perumahan murah Tenggilis Mejoyo ke perumahan Ketintang, dekat rel kereta api jurusan Mojokerto yang ternyata selalu kebanjiran pada musim hujan.
Ambani, yang pekan lalu jadi berita hangat di banyak media internasional sehubungan dengan rumah barunya itu, memang sudah menjadi lambang keberhasilan ekonomi India. Ambani sudah mengalahkan Mittal. Padahal, masih belum lama kita terkaget-kaget oleh langkah Mittal yang spektakuler. Mittal, yang ketika berumur 24 tahun mulai membangun pabrik baja di Waru, Surabaya, kini menjadi pemilik pabrik baja terbesar di dunia setelah membeli pabrik-pabrik baja di lima benua.
Mittal juga bikin heboh dua tahun lalu ketika menyelenggarakan perkawinan anaknya dengan cara menyewa istana Versailles di Paris untuk menutup pesta tujuh hari tujuh malam. Dia juga membeli rumah mewah di daerah elite London, bertetangga dengan Sultan Bolkiah dari Brunei.
Memang, sangat banyak orang super-kaya baru di negara-negara yang baru membuka ekonominya. Ada yang karena fasilitas, ada yang karena hubungan baik dengan penguasa. Tapi, juga ada yang karena kerja keras. Kini, wanita terkaya di dunia dari hasil usahanya sendiri (bukan hasil warisan) muncul dari Tiongkok. Yakni, Madame Zhang Yin, pemilik pabrik kertas Sembilan Naga yang berasal dari Harbin, tapi mulai membangun pabriknya di Dongguan, Guangdong. Kini, Zhang juga baru berumur 50 tahun. Zhang juga baru pada 1980-an memulai bisnisnya, tapi dengan cepat bisa jadi “ratu kertas” Asia.
Mula-mula, anak miskin dari keluarga tentara tersebut hanyalah pengumpul kertas bekas, lalu memasokkan sampahnya itu ke pabrik kertas dan kemudian dia sendiri mendirikan pabrik kertas.
Rusia juga melahirkan konglomerat yang masuk deretan orang terkaya di dunia.
Itu juga pernah dialami Indonesia di awal ekonomi terbukanya pada 1970 dengan munculnya taipan seperti Liem Sioe Liong yang sempat masuk 10 besar orang terkaya di dunia. Kini, Tiongkok, Rusia, dan India memang bersaing dalam memasok nama-nama orang terkaya dalam daftar paling berduit di jagat raya.
Memang, sangat banyak reaksi dari masyarakat India terhadap “kegilaan”
Ambani itu. Mereka umumnya mengecam bagaimana Ambani tega membangun rumah yang berlebihan seperti itu di tengah-tengah masyarakat India yang masih sangat miskin. Berapa juta rumah sederhana yang bisa dibangun dari dana tersebut untuk disumbangkan kepada orang miskin. Bukankah rumah Ambani yang sekarang sudah tidak kurang suatu apa?
Tapi, ada juga yang memaklumi. Misalnya, reaksi yang dikirimkan ke sebuah media di Mumbai dalam bentuk surat pembaca. “Itu kan uang-uang Ambani sendiri. Untuk apa pun penggunaannya, ya terserah dia sendiri,” katanya.
“Dia pinter, bapaknya menyiapkannya dengan baik, dia juga kerja keras, mengapa tidak boleh menikmati hasilnya?” kata yang lain.
Menarik juga bagaimana ayah Ambani mempersiapkan anaknya dulu dan bagaimana pikiran Ambani sendiri untuk kemajuan India.
*Guru Khusus Ajari Anak Kemasyarakatan
*CUKUP unik cara Dhirubhai Ambani menyiapkan anaknya, Mukhes Ambani, agar kelak di tahun 2000-an jadi salah satu di antara 20 orang terkaya dunia.
Ketika Mukhes masih kecil, Dhirubhai tiap hari membuka halaman iklan mini di koran lokal Mumbai (d/h Bombay). Dia mengamati siapa saja yang hari itu ingin mencari pekerjaan sebagai guru. Suatu hari, Dharabhai memanggil beberapa pengiklan itu untuk dites. Dia ingin mencari seorang guru bagi anaknya. Untuk memberikan bimbingan di luar jam sekolah.
Les privat? Bukan! Guru itu diminta menjadi teman bicara dan teman bermain saja bagi anaknya. Sang guru boleh mengajak Ambani-kecil pergi ke mana saja di dalam Kota Mumbai. Ke kebun binatang, ke pasar, ke pantai, ke mana pun mereka berdua ingin pergi. Lalu, di saat liburan sekolah, sang guru diminta mengajak Ambani pergi ke desa-desa melihat kehidupan di pedesaan selama dua minggu.
Syaratnya, sang guru tentu harus bisa menjawab “pertanyaan-anak-kecil” apa pun dari Ambani mengenai yang sedang dilihatnya. Yakni, jawaban yang sifatnya mendidik, merangsang lahirnya pemikiran, dan tidak asal jawab.
Itulah sebabnya ketika melakukan seleksi terhadap calon guru anaknya itu, Dhirubhai amat hati-hati. Jangan sampai anaknya mendapatkan guru yang hanya bisa asal-jawab atau hanya suka menekan anak kecil.
Dari sistem itu, Dhirubhai ingin anaknya mendapatkan pandangan yang luas mengenai kehidupan sehari-hari di masyarakat. Terutama setelah di sekolah anaknya mendapatkan pelajaran yang penuh dengan kedisiplinan ilmu. Untuk memperoleh sukses dalam hidup, pelajaran kemasyarakatan tidak kalah penting daripada pelajaran keilmuan. Bukankah banyak sekali orang yang sangat pintar, tapi tidak sukses dalam hidup?
Koran-koran Mumbai menceritakan riwayat hidup Ambani -yang jadi bahan utama tulisan ini- dengan penuh kekaguman dan kritis. Tidak jarang Ambani jadi sasaran empuk pemberitaan media setempat karena praktik-praktik bisnisnya yang dianggap kurang fair.
Tapi, harus diakui bahwa ayahnya memang berperan amat besar. Sang ayah memang sudah jadi pengusaha meski belum tergolong sangat besar. Lalu, sang ayah pula yang merintis berdirinya perusahaan tekstil di tahun 1975 yang jadi landasan bisnisnya sekarang. Bisnis tekstil dianggap punya masa depan karena menyangkut hajat hidup satu miliar penduduk India.
Lantaran keluarga Dhirubhai memasuki bisnis tekstil, sang ayah menyarankan agar Ambani masuk ke fakultas teknik mesin. Dia harus mendalami engineering.
Tapi, Ambani memilih masuk fakultas teknik kimia. Mengapa? Ini gara-gara film Hollywood yang amat terkenal saat itu, The Graduate. Setelah nonton film tersebut, Ambani terkesan bahwa plastik akan jadi masa depan yang menggairahkan. Untuk itu, dia harus belajar kimia, bukan mesin.
Setelah tamat Universitas Bombay dan memiliki gelar sarjana kimia, Ambani disekolahkan lagi ke USA. Di sinilah, di Stanford University (salah satu universitas terkemuka di AS yang tidak jauh dari San Fransisco), Ambani meraih MBA. Dia beruntung saat kuliah di Stanford, dua orang profesor ekonomi terkemuka menjadi pembimbingnya. Ambani mengakui dua ekonom itu sangat memengaruhi jalan hidupnya. Yakni, Profesor M.M. Sharma dan pemenang Nobel ekonomi Profesor Bill Sharpe. Guru besar yang pertama selalu bertanya, “Dari kimia, apa yang bisa kamu kerjakan untuk menghasilkan uang?” Sedangkan sang pemenang Nobel selalu bertanya, “Bagaimana kamu bisa mengerjakan suatu hal yang berbeda untuk dunia?”
“Dua guru besar itu selalu mengajari kita untuk bisa berpikir di luar kotak-kotak yang sudah ada,” katanya pada suatu wawancara dengan media setempat. Nah, dari situlah, Ambani memiliki ide untuk memasuki industri polyester. Dengan mengembangkan produk polyester, dia akan bisa mengubah dan memperbesar bisnis tekstil bapaknya. Ambani senang karena bapaknya langsung setuju. Tapi, Ambani juga kecewa karena ide itu langsung dikerjakan oleh bapaknya tanpa menunggu Ambani pulang ke India. Padahal, Ambani masih harus menyelesaikan kuliah masternya 1,5 tahun lagi. Ambani ingin dia sendirilah yang akan memulai proyek polyester-nya.
Bagi bapaknya, menunggu 1,5 tahun lagi bisa akan kehilangan momentum. Bapaknya memang sangat agresif. Kalau tidak, bagaimana hanya dalam waktu 15 tahun perusahaannya sudah berhasil menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Apalagi, setelah mendapat gelar MBA, Ambani ternyata masih harus menambah pengalaman yang lain lagi. Kalau semasa kecil Ambani dapat bimbingan pelajaran kemasyarakatan dari guru ekstrakurikulernya, maka setamat Stanford, dia memasuki pergaulan besar yang akan menambah network-nya kelak.
Dia mendapat kesempatan bekerja di lembaga di bawah Bank Dunia selama enam bulan. Yakni, lembaga yang disebut Program Bank Dunia untuk profesional muda.
Pulang ke Mumbai, Ambani langsung terjun ke grup perusahaan bapaknya, Reliance Group. Dia bekerja di bawah direksi yang sudah ada. Namun, semua itu tidak membuat canggung karena Ambani sudah kenal mereka. Sebab, sejak masih di SMA, Ambani dari sekolah tidak pulang ke rumah, melainkan ke kantor itu. Dia mulai praktik kerja sejak masih amat remaja.
Magang yang amat dini itu sangat berguna karena, ternyata, sang bapak tidak berumur panjang. Pada tahun 2002, bapaknya meninggal setelah beberapa lama menderita stroke. Ambani tampil sebagai pimpinan puncak meski dia masih punya adik yang bernama Anil Ambani. Dua-duanya pintar dan agresif.
Dua-duanya mengendalikan perusahaan yang selama sepuluh tahun sering ganti nama karena seringnya melakukan merger di antara anak-anak perusahaan dalam grup.
Kini Reliance Group menjadi grup usaha terbesar di India, mengalahkan Laksmi Mittal dan Tata Group. Tahun lalu, omsetnya melampaui Rp 200 triliun dengan laba lebih dari Rp 20 triliun. Ini berarti Reliance Group sama dengan 20 kali Gudang Garam. Karyawannya secara keseluruhan mencapai 80.000 orang.
Usahanya juga berkembang ke kilang minyak dan pertambangannya sekaligus.
Kilang minyaknya di Gujarat menjadi yang terbesar ketiga di dunia. Di sebelahnya didirikan pula industri petrokimia yang terkait langsung dengan kilangnya itu. Maka, berdirilah di kompleks Gujarat tersebut, pabrik polyester fiber dan yarn terbesar di dunia, pabrik paraxylene nomor 4 terbesar di dunia, pabrik purified therepthalic acid nomor 5 terbesar di dunia, juga pabrik polypropelene raksasa. Boleh dikata, kompleks itu merupakan industri pengolahan minyak dan kimia yang terkait dengan minyak yang paling terintegrasi. Kompleks seperti itu pula yang dulu dirancang untuk didirikan di Tuban, namun setelah dimulai 12 tahun lalu, sampai sekarang masih tetap mangkrak.
Memang, perjalanan yang amat cepat perusahaan itu masih belum teruji untuk jangka panjang. Rating-nya di dunia memang cukup baik (bbb dan baa) serta bisa mendapatkan kepercayaan untuk memperoleh dana obligasi dengan masa pengembalian 50 sampai 100 tahun. Namun, mulai juga ada gejala pepecahan antara Mukesh Ambani dan Anil Ambani.
Bahkan, perselisihan itu sudah masuk ke pengadilan tinggi Mumbai. Ini terjadi justru ketika perusahaan berhasil menemukan cadangan gas alam yang amat besar di pantai timur India. Yakni, 40 juta mmbtu atau 40 triliun btu, dan akan naik dua kali lipat beberapa tahun lagi. Gas itu sudah dapat digali dan tahun depan sudah akan menghasilkan.
Dua tahun lalu, sang kakak dan sang adik (dalam posisi masing-masing sebagai pimpinan anak perusahaan dalam Reliance Group) menandatangani kontrak penjualan gas tersebut. Sebagai pemimpin anak perusahaan yang sedang membangun pembangkit listrik di dekat New Delhi sebesar 8.000 MW, Anil akan mendapatkan jatah pertama gas tersebut. Tapi, sebagai pemimpin anak perusahaan yang membawahkan perusahaan penambangan gas tersebut, sang kakak ingin juga memperoleh harga jual yang lebih tinggi kepada pihak lain. Sebab, perusahaan yang di bawah adiknya, sesuai dengan kontrak, akan membeli gas tersebut USD 2,45 per ton, suatu harga yang lumayan saat itu, tapi sudah terlalu murah sekarang ini. Perselisihan tidak bisa diselesaikan di tingkat holding karena keduanya sama-sama duduk sebagai pemimpin holding company.
Karena perkara itu sampai ke pengadilan, lantas beredar rumor bahwa kakak-beradik Ambani akan berpisah. Masyarakat India ramai membicarakannya.
Kalau benar-benar gak bisa rukun lagi, bisa jadi perusahaan akan dibelah dua. Sangat mungkin sang kakak akan mengambil bisnis tekstil, petrokimia, dan ritel. Sedangkan sang adik akan mengambil perusahaan gas dan pembangkit listrik. Tapi, banyak juga yang berdoa agar jangan terjadi perpisahan itu karena hanya akan merugikan pemegang saham publik.
Memang, kalau sampai terjadi perpisahan itu, sebuah berita besar akan menanti. Maklum, perusahaan lagi agresif-agresifnya berekspansi. Grup ini baru saja mulai masuk ke ritel, dengan cara yang amat berbeda dengan apa yang sudah dilakukan Walmart atau Carrefour di Tiongkok. Dia membangun jaringan ritel bukan setelah daya beli masyarakat ada, tapi justru untuk menciptakan daya beli masyarakat. Caranya, Reliance langsung terjun ke pembinaan petani produsen dan membina mereka bagaimana bertani cara baru.
Dengan demikian, petani memperoleh penghasilan sembilan kali lipat daripada cara tradisional -suatu langkah yang akan menarik kalau ditulis secara khusus untuk itu.
Ada lagi bisnis barunya yang juga baru mulai: mengelola dua kawasan ekonomi khusus di Mumbai. India memang belajar dari Tiongkok untuk membangun ekonominya. Termasuk bagaimana harus menciptakan sebanyak-banyaknya kawasan ekonomi khusus. Wapres kita, Yusuf Kalla, juga ingin sekali segera membuat lima kawasan ekonomi khusus di Indonesia, tapi banyak sekali hambatannya.
“Kita harus benar-benar belajar apa yang terjadi di Shenzhen, Shanghai, dan kawasan lain di Tiongkok,” ujar Ambani. Ekonomi India kini memang diunggulkan jadi calon raksasa berikutnya setelah Tiongkok. Bahkan, dunia sudah mulai membayangkan kalau ekonomi Chindia digabung, bisa akan membalik dunia. “Chindia”, sayangnya, adalah singkatan untuk China-India, bukan China-Indonesia.
–~–~———~–~—-~————~——-~–~—-~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org