Meyakinkan Tanpa Menggurui dengan Mengubah “Tapi” menjadi “Dan”

Author:

Meyakinkan Tanpa Menggurui dengan Mengubah “Tapi” menjadi “Dan”

Oleh: Dasapta Erwin Irawan

Tulisan ini terinspirasi oleh video dari Jefferson Fisher youtuber yang juga seorang pengacara aktif. Ia membagikan pengalamannya berbicara dengan klien dan pengacara lawannya. Tulisan ini bersumber dari idenya untuk mengurangi friksi dalam percakapan dengan orang-orang yang berbeda pendapat. Selamat membaca.

Unsplash

Sering kali argumen berhenti bukan karena kata-kata kita tidak berisi, melainkan karena cara menyampaikan yang memicu resistensi. Apa yang terjadi? Lawan bicara akan bertahan dengan pendapatnya dan sama sekali tidak mau menerima pendapat kita. Saat kata “tapi” sering terdengar, kata itu akan menghapus kalimat sebelumnya, membuat lawan bicara merasa dikesampingkan dan hanya dilawan, bukan dipahami. Sebaliknya, “dan” menggabungkan dua kebenaran sekaligus, kebenaran darinya dan kebenaran dari kita. Tentu saja kita paham kalau kebenaran akan selalu relatif. Pergeseran kecil ini mengubah percakapan yang tadinya konfrontatif menjadi kolaboratif tanpa mengorbankan ketegasan posisi masing-masing pihak.

Kata Jefferson, kuncinya adalah validasi dulu, lalu tambahkan perspektif, kemudian sejajarkan tujuan. Akui poin lawan bicara secara spesifik agar mereka merasa didengar. Setelah itu, masukkan data, risiko, atau kriteria lain yang juga penting. Terakhir, arahkan ke tujuan bersama atau eksperimen kecil yang bisa diuji segera. Pola ringkasnya: “Benar bahwa X, dan kita juga perlu Y agar Z.”

Dalam praktik, perubahan diksi mengubah nada. “Idenya efisien, dan risikonya tinggi. Kita siapkan mitigasi agar efisiensi tetap terjaga.” “Angkanya naik, dan belum stabil. Kita pantau dua minggu untuk melihat pola.” “Kita perlu cepat, dan kualitas penting. Rilis bertahap menjaga keduanya.” Kalimat-kalimat ini tidak meniadakan poin awal, melainkan memperluasnya dengan arah tindakan yang jelas.

Dalam setiap obrolan, dengarkan lawan bicara hingga tuntas, rangkum dengan bahasa tubuh yang terbuka, lalu tambahkan pandangan kita. Gunakan nada datar-positif untuk menandai kerja sama, bukan perlawanan. Irama percakapan yang efektif adalah validasi singkat, diikuti data atau risiko, lalu opsi konkret yang bisa dicoba. “Tapi” tetap berguna saat batas tegas tak bisa dinegosiasikan seperti keselamatan kerja, etika akademik, atau regulasi yang berlaku. Kata “tapi” juga masih bermanfaat saat kita perlu mengoreksi fakta yang disampaikan lawan bicara. Gunakan sesekali untuk kejelasan, kemudian kembali ke “dan” untuk menyusun jalan keluar.

Simulasi Dialog Lengkap Kasus H-index

Si A adalah pendukung penggunaan H-index untuk mengukur reputasi dosen/peneliti. Si B tidak setuju dan mencoba mempengaruhi Si A.

Contoh Dialog 1

A: Menurut saya H-index sudah cukup mewakili reputasi. Angkanya jelas dan mudah dibandingkan.

B: Benar H-index memberikan sinyal kuantitatif yang mudah dibaca, dan konteks bidang ilmu memengaruhi pola sitasi secara besar. Untuk adil, mari tambahkan dua indikator komplementer seperti kontribusi pengajaran dan dampak kebijakan publik agar gambarnya lebih utuh.

A: Kalau ditambah indikator lain, prosesnya bisa rumit.

B: Kekhawatiran proses itu masuk akal, dan kita bisa mulai dengan set minimum yang ringan: H-index, rekam jejak bimbingan mahasiswa, dan satu bukti dampak non-sitasi. Kita uji 1 siklus promosi untuk melihat apakah hasilnya lebih konsisten.

Contoh Dialog 2

A: Di bidang saya, peneliti terbaik juga H-index-nya tinggi, jadi korelasinya kuat.

B: Observasi itu kuat, dan korelasi tidak selalu sama di semua disiplin. Di humaniora, ritme sitasi lebih lambat, dan buku monograf sering tak tercermin penuh di indeks. Kita bisa menimbang kualitas outlet publikasi dan pengaruh kuratorial sebagai penyeimbang.

A: Bagaimana memastikan objektivitas kalau indikatornya beragam?

B: Objektivitas penting, dan kita dapat tetapkan rubrik eksplisit per kategori: bobot 50 untuk kualitas karya yang ditinjau sejawat, 30 untuk pembinaan dan kolaborasi, 20 untuk dampak masyarakat. H-index tetap dicatat sebagai sinyal permukaan yang diperiksa ulang dengan bukti kualitatif.

Contoh Dialog 3

A: Komite butuh angka cepat untuk menyaring kandidat.

B: Efisiensi seleksi penting, dan mengandalkan satu angka meningkatkan risiko bias antardisiplin dan insentif perilaku sub-optimal. Kita pakai H-index untuk pra-saringan awal, dan kandidat yang lolos melewati telaah naratif singkat tentang kontribusi bidang, keterbukaan data, dan integritas riset.

A: Panel sering tidak punya waktu membaca narasi panjang.

B: Keterbatasan waktu nyata, dan kita bisa batasi narasi maksimal 300 kata dengan bukti pendukung terkurasi. Ini menjaga kecepatan seleksi dan memberi ruang menilai reputasi di luar metrik permukaan.

Contoh Dialog 4

A: Pimpinan menghendaki standar sederhana dan seragam.

B: Kejelasan standar krusial, dan reputasi ilmiah bersifat multi-dimensi. Agar tetap sederhana, kita tetapkan dua lapis: level 1 H-index sebagai sinyal, dan level 2 portofolio ringkas tiga bukti dampak lintas dimensi. Kita jalankan pilot enam bulan dan menilai reliabilitas keputusan promosi.

A: Bagaimana mengukur keberhasilan pilot?

B: Keberhasilan perlu terukur, dan kita bisa lihat tiga hal: konsistensi keputusan antardisiplin, penerimaan panel terhadap keadilan proses, dan korelasi output dengan pencapaian setahun kemudian. Jika dua dari tiga meningkat, model dua lapis menjadi standar.

Contoh Dialog 5

A: H-index rendah menunjukkan reputasi kurang kuat.

B: H-index memberi gambaran permukaan visibilitas sitasi, dan reputasi juga dibangun oleh kepemimpinan riset, pembinaan talenta, serta keterandalan metode. Saya mengusulkan menambahkan bukti kontribusi metodologis dan dampak komunitas agar penilaian lebih akurat di kasus lintas bidang.

A: Apakah itu tidak membuat penilaian menjadi subjektif?

B: Kekhawatiran subjektivitas valid, dan rubrik transparan dengan contoh bukti memperkecil variasi penilaian. Panel dapat melatih kalibrasi singkat sebelum menilai agar interpretasi lebih seragam.

Penutup

Mengganti “tapi” dengan “dan” adalah salah satu desain komunikasi yang mengakui kebenaran orang lain (sampai batas tertentu) sambil menambahkan kebenaran yang kita bawa. Dengan kerangka validasi positif, tambahan data/fakta, dan penyejajaran pendapat, percakapan yang buntu berubah menjadi keputusan yang maju. Pada contoh kasus dialog H-index, pendekatan ini menjaga kecepatan penilaian sekaligus memperluas perspektif reputasi agar lebih adil, dapat diaplikasikan pada seluruh disiplin dalam suatu kampus, dan lebih berorientasi kepada dampak luas.