Singkat cerita pada tahun 2010-2014, saya mengumpulkan data kualitas air Bandung. Data itu saya bawa saat magang di Usyd tahun 2014 untuk diolah. Pada periode itulah saya banyak belajar tentang R.
Dari proses magang itu memang terbit satu makalah (saya masih cari tautannya, lupa), tapi belum membahas seluruh komponen data.
Saya lupa kapan, tapi data itu saya unggah ke Github, yang pada akhir tahun lalu dibajak dan kemudian akunnya dihapus oleh Si Pembajak.
Marah? Jelas.
Apa yang saya lakukan? Selain mengirimkan surel ke Github (yang hingga sekarang tidak ada balasan), tidak ada lagi yang saya lakukan.
Marah? Masih.
Ikhlas? Sudah.
Lalu bagaimana?
Nah ini awal ceritanya.
Tentang Steven dan data yang hilang
Di suatu sore di hari Rabu 11 September 2019, saya menerima surel dari seorang mahasiswa S3 yang bernama Steven Reinaldo. Ia sedang menyelsaikan studinya di Universitas Wageningen, Belanda. Bidangnya sumber daya air, lebih khusus lain adalah air tanah di Cekungan Bandung.
Berikut ini adalah surelnya.
Sedikit membahas tentang alamat surel
Surel Steven di atas saya terima menggunakan alamat surel Yahoo. Ya, Yahoo yang zaman dulu itu. Saya punya alamat surel itu sejak internet masuk ke kampus, awal 2000an. Alamat surel itu saya gunakan sebagai surel kontak di akun Github saya yang di awal 2022 saya ganti dengan alamat surel Gmail yang pada akhirnya “membunuh” repositori tersebut (baca ini).
Jadi komunikasi saya dengan Steven dan banyak orang asing lain justru dengan “surel gratisan”. Tanpa mengurangi arti alamat surel resmi kampus, tetapi panjang pengalaman saya yang membuktikan bahwa alamat surel adalah “hanya alamat surel”.
Jati diri Anda sebagai apapun (saya sebagai peneliti) tidak diwakili oleh alamat surel. Kalau punya alamat surel kampus, ya gunakan dengan baik. Tapi sebaliknya ketika Anda tidak memilikinya atau server surelnya sedang terganggu, ya tidak perlu ragu untuk memulai komunikasi menggunakan alamat surel non kampus.
Tentang informasi baru yang ditemukan
Baik kembali ke cerita awal
Berawal dari surel di tahun 2019, percakapan kami berlanjut hingga sekarang. Kemarin, Steven mempresentasikan hasil risetnya yang akan dipaparkan di acara EGU 2023 bulan April mendatang.
Intinya Steven berhasil:
- mengidentifikasi hubungan antara akuifer tak tertekan (seterusnya disebut akuifer dangkal) ke akuifer yang tertekan (seterusnya disebut akuifer dalam).
- Hubungan tersebut menyebabkan ada air tanah dari akuifer dangkal yang bocor ke akuifer dalam dan yang tak terduga adalah aliran sebaliknya, dari akuifer dalam ke akuifer dangkal.
- menguantifikasi jumlah air tanah yang bergerak dari akuifer dangkal ke akuifer dalam, serta sebaliknya.
Hubungan antara akuifer dangkal dan dalam itu tercermin dari data kualitas air (air tanah dan air sungai) tanah yang saya bagikan secara terbuka (data sharing).
Beberapa catatan
- Saat saya membagikan data itu secara terbuka beberapa Saya tidak pernah membayangkan akan kehilangan data. Apalagi dengan repositori sebesar Github.
- Data itu memang saya yang mengumpulkan bersama beberapa orang mahasiswa selama beberapa tahun, tetapi saya belum cukup tekun untuk dapat mengekstrak informasi yang tersembunyi di dalamnya. Saya tidak membayangkan bahwa akan ada orang lain yang akan melanjutkan analisisnya.
- Bahwa data tersebut telah hilang membuat saya lebih menyadari pentingnya membagikan data mentah (raw data sharing) ke publik. Karena kita tidak pernah mengetahui akan ada orang acak yang menyelamatkannya.
Melihat balik cerita di atas, tentunya Anda tidak harus kehilangan data dulu sebelum sadar arti penting berbagi data. Praktik data terbuka mestinya menjadi prosedur baku dalam riset, bukan hanya tabel berisi nilai rata-rata, nilai maksimum, dan minimum.